PANDANGAN PARA
REFORMATOR
Dalam bab yang lalü
kita — dengan singkat — telah memaparkan perkem. bangan penyusunan Gereja dalam
abad-abad pertama dan abad-abad pette. ngahan. Di situ kita melibat, bagaimana
sruktur-struktur episkopal makin lama makin dipethokob oleh perkembangan itu.
Dalam bab ini kita juga — dengan singkat — mau membahas reaksi para reformator
terhadap Sü-uktur. sruktur episkopal itü dan pandangan mereka tentang
penyusunan Gereja
Kita mulai dengan
Luther. Pandangan Luther tentang Gereja dan penyusunannya — seperü yang telah
kita dengat sebelumnya — langsung berhubungan dengan ajamnnya tenmg pembenaran
(yustifikasi) hanya oleh iman. Dari sejarah gereja kita tabu, bahwa pada
tanggal 31 Oktober 1517 ia menempelkan sehelai kertas dengan 95 dali! ğen9ng
"aflaat” (penghapusan hukumm-hukuman yang bersifat sementam dan yang
dibuat oleh orang percaya, sesudab ia dibapüs dan pengampunan dosa) di pintu
gedung gereja Wittenberg dengan pejTfiiEIE%23 untuk mengadakan disput
(perdebatan) dengan dia. Dalam dalil-d21il itü Luther berusaha meniadakan
otoritas ilahi dari penobman dan mengajar orang-orang percaya unluk berpikir
secara benar tentang penobman ün hukuman. Sebagai contDb kita — di bawah ini —
mengutip beberapa dalil yang penüng:
— Dalil pertama:
'Waktu Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus berkata 'Benobatlah!' la menghendaki
supaya seluruh hidup orang-omg percaya merupakan suatu pertobatan”.
Hal
yang sama kita juga baca dalam dalil keempat: "Karena itü hukuman tetap
ada, selama kebencian terhadap ke-aku-an (dan itülah pertobatan baüniah yang
benar) tetap ada, jadi sampai ke jalan maşuk dalam Kerajaan Allah”.
Sesuai
dengan itu, dalü keempatpuluh berbunyi: "Penyesalan yang benar mencari
hukuman-hukuman dan mencintainya". Dengan
uangnya untuk pekerjaan
kasih (la-ipada untuk pembelian "aflaat".
Oleh perbuatan
Luther pada tanggal 31 Oktober itu putuslah hubungannya dengan hierarki
gerejawi dari Gereja Katolik Roma. Sebagai konsekuensi dari hal itu, ia — pada
tanggal 10 Desember 1520, seperti yang telah kita katakan dalam bab 2 —
membakar dekrit-d&it paus bersama-sama dengan "Corpus luris
Cononici"
Oleh pembakaran itu timbullah suatu kekosongan
dalam hidup gerejawi dari orang-orang percaya yang mengikut Luther. Kekosongan
ini berlangsung cukup lama.
Luther menyadari
kekosongan itu. Karena itu ia berusaha untuk "mengisinya". Dan ia
melakukan hal itu dengan bantuan pengakuan tentang pembenaran (yustifikasi)
hanya oleh iman. la katakan: "Oleh iman tiap-tiap orang Kristen mendapat
hubungan yang langsung dengan Allah. " Dalam karyanya "Kebebasan
seorang Kristen" ia menjelaskan bal itu sebagai berikut:
Oleh iman seorang
Kristen bebas dan tidak takluk pada siapa pun. Oleh karena kasih seorang
Kristen adalah hamba dari tiap-tiap orang. Hak Gereja tidak dapat menempatkan
dirinya antara jiwa dan Allah. Tetapi ia juga üdak dapat menempatkan suatu
instansi antara orang percaya dan saudaranya (sesama manusia).
Kalimat-kalimat di
atas berkata-kata tentang suatu hubungan yang langsung, suatu spontanitas, yang
tidak secara primer memberi dirinya dipimpin oleh peramran-peramran yang
lahiriah. Malaban di sini ,hukum Allah sendiri pun ditempaUan di belakang.
Memang hukum Allah mempunyai suatu fungsi dalam pemberian pimpinan kepada
pengampunan dosa dan juga dalam pemberian bentuk kepada kehidupan bersama.
Tetapi dalam persaudaraan orang-orang percaya berlaku suatu hukum yang lain,
yaitu hukum kasih, yang bekerja secara bebas.
Ajaran Luther
tentang pembenaran (yustifikasi) hanya oleh iman memimpin kepada pandangannya
tentang imamat-am orang-orang percaya. Dalam pandangan ini terhapus perpisahan
hierarki antara kaum rohaniwan dan kaum awam. Bagi Luther, Gereja — seperti
yang nyata dari kuliah.kuliahnya tentang Kitab Mazmur — adalah "Gereja
yang tersembunyi" (ecclesia abrondita). Gereja terdiri dari perkumpulan
orang-orang mg dibenarkan, dari perkumpulan orang-orang yang dipilih. la adalah
tubuh mistik dari Kristus
Jadi apakab
anggota-anggota Gereja adalah orang-orang yang benm Tidak, kata Luther,
anggota-anggota Gereja — yaim semua orang yang telah dibaptis - terdiri dari
orang-orang yang benar dan orang-orang yang tidak benar. Or€J1g-orang dari
Kerajaan Kristus merupakan Gereja yang rohani yang terutaru tersembunyi dan
yang karena itu tidak dapat ditata atau dlatu'r oleh hukum yang lahiriah. la
katakan:
"Selumh
su•uktur dari Gereja Kristus adalah batiniah, di hadirat tidak kelihatan".
Dalam
kuliah-kuliahnya, Luther mula-mula tetap berpegang pada bagan tradisional, di
mana Peu•us adalah penerima dari Kerajaan Sorga" (Mat. 16:19) dan sesudah
Petrus, para uskup. Tetapi di balik organisasi gerejawi yang lahiriah, ia
terutama mclihat bentuk rohaniah dari Gereja yang ditentukan oleh hukum Allah.
Hukum Allah ini ia anggap sebagai hukum
rohani. la katakan: Hanya kehidupan
rohani berada di bawah bukum Allah dan hanya hukum Allah ini yang menenmkan
kehidupan rohani.
Menurut dia strukttr lahiriah dari Gereja
tidak mengenal hukum ilåi (ius divinum). Tetapi Gereja yang rohani (ecclesia
spiritualis) hidup menumt hukum ilahi.
Pada tahun 1513
pikiran-pikiran di atas ia viabarkan dalam suatu buku kecil yang berjudul:
Bahwa suatu Sidang atau Jonaat kristiani mempunyai hak atau kuasa untuk menilai
semua ajaran dan untuk memanggil, meng• angkat dan memecat pengajar-pengajar.
Dalam karyanya ini ia memobilisir Jemaat, berdasarkan hukum ilahi yang
dikaruniaka.n kepadanya. la katakan:
Jiwa lebih ünggi
daripada bal-hal fana. la harus diperintah oleh Firman Allah. Firman ini
dipercayakan kepada Jemaat, juga sebagai suam alat untuk mengetahui, apakah isi
pemberitaan (khotbah) sesuai dengan hukum Allah.
Dari perkataannya
ini nyata, bahwa ia tidak memperhitungka lagi bantuan dari para uskup atau kaum
rohaniwan. Jemaat sendiri — me rut dia - harus bertindak. Kepadanya ia katakan:
"Kita tidak
boleh menggoda Allah tidak boleh mengharapkan, bahwa la akan mengirimkan
pemberita-pemberita Firman baru dari sorgæ Karena itu kita harus berpegang pada
Kitab Suci dan memanggil serta menggangkat antara kita orang-orang
yang kita anggap sanggup melakukaD
pekerjaan itu,
yaitu orang-orang yang diterangi Allah dan yang
di lengkapi dengan
karunia-karunia
Kepada
anggota-anggota Jemaat ia peringatkan, bahwa orang Kristen bukan sąia mempunyai
hak dan kemampuan untuk memberitakan Firman Allah, tetapi juga bahwa ia
mempunyai kewajiban untuk melakukan hal itu. Kalau ia berada (lalam suatu
keadaan, di mana ia adalah satu-satunya yang dapat melakukannya, ia — karena
kasih — berkewajiban untuk memberitakan Firman, juga kalau tidak ada rang yang
memanggil mengangkamya unmk pelayanan ini.
Di sini tampak
kepada kite betapa sentralnya tempat yang ia bcrikan kepada percaya dalam
pandangannya. Tiap-tiap anggota Jemaat — menurut dia — mempunyai hak untuk
memberitakan firman Tiap-tiap orang yang telah menerima baptisan — katanya
dengan tegas — adalah seorang imam yang sah, seorang imam yang telah
ditahbiskan.
Kalau di suatu
tempat terdapat banyak orang Kristen — katanya selanjutnya — kewajiban ini
tetap berlaku, tetapi harus diingat, bahwa tidak boleh ada orang yang
mengajukan dirinya sendiri. Ia harus dipanggil dan diangkat untuk pelayanan
itu. Ia menjalankannya atas nama dan dengan tugas dui orang-orang itu. Ia
mengingatkan anggota-anggota Jemaat, bahwa tiaptiap orang Kristen mempunyai hak
untuk memberitakan Firman, tetapi hal itu harus terjadi secara teratur.
Pikiran ini ia juga
sampaikan kepada anggota-anggota Jemaat di Bohemia dalam bentuk suatu nasihat,
waktu mereka — pada tahun yang sama — befianya kepadanya, bagaimanakah caranya
mereka memperoleh pemberita-pemberita Firman yang sah. Ia menunjuk kepada
imamat am orang-orang percaya, yang ia kaitkan pada persekutuan dengan Kristus,
yang mereka kenal. Semua orang Kristen — katanya kepada mereka — mendapat tugas
untuk memberitakan Firman. Karena itu Jemaat harus berkumpul: di mana dua atau
tiga orang bersekutu, di situ Tuhan bersama-sama dengan mereka. Di sini
saudara-saudara dapat menunjuk mereka, yang mempunyai karunia, untuk melayani.
Luther tidak pemah
melepaskan cita-citanya ini, juga tidak waktu pemberontakan para petani
memaksanya untuk berpikir ke arah yang sedikit
Hanya beberapa tahun sesudah karyanya, yang kita kutip di atas, dalam
prakata dari karyanya yang lain — Deutsche Messe — yang ia tulis paa tahun
1526, ia katakan seperti berikut:
Jemaat
mengkonstituir dirinya sendiri di sana, di mana kita üdak ber_ kumpul
bersama-sama "dengan rupa-rupa orang", tetapi di mana
"yang secara
serius mau menjadi orang-orang Kristen," mencatatkan diri dan berkumpul
sendiri dalam suatu rumah untuk berdoa bersama. sama, membaca Kitab Suci,
melayani Baptisan, dan lain-lain. Kalau kita mempunyai orang-orang untuk hal
itu, maka tatanan dan cara untuk mengatur sesuatu pasti akan segera ditemukan.
'Tetapi kita tidak dapat dan belum boleh menata atau menyusun suatu Jemaat yang
demikian, karena untuk itu kita belum mcmpunyai orang«ang dan pribadi-pribadi
(yang kita bumhkan) dan kalau kita melihat, bahwa beltm banyak orang yang
mendorong kita unmk melakukan hal itu"
Luther terpaksa
menerima situasi yang ada pada waktu itu. Tidak
tanda-tanda, bahwa Gereja-gereja yang mandiri secara sukarela mau
bergabung. Malahan sebagai gantinya muncul apa yang disebut dalam bahasa Jerman
Landesherrliche Kirchenregiment, yaitu suatu pememtahangereja, di mana raja
setempat memegang ptmpinan. Ada aupa-rupa faktor yang mendukung perkembangan
ini. Yang terpenting di antaranya ialah:
Luther tidak mempunyai orang-orang unu.ik
merealisasikan cita-citanya. Hal ini yang terutama dikeluhkan oleh Luther.
Teologi
Luther tentang hakikat Gereja yang tidak kelihatan tidak merupakan stimulans
baginya sendiri menangani organisasinya yang kelihatan. Malahan btclog:zya
sebalihya membeikan kemungkinan kepadanya untuk zenvۥahkan organisasi Gereja
dan pimpinannya kepada raja-raja, yang kuasa untuk bertindak sebagai
"uskup-uskup darurat".
Situasi
yang kacau, yang disehabk:an oleh pemberontakan para petani, membantu suatu sistem pemerintahan-gereja yang
memberikan pengaruh yang penting kepada raja-raja setempat.
Di samßing itu perkembangan politik di Jerman
mendorong ke arah itu: rupa-rupa daerah berusaha memperbesar pengaruhnya
terhadap para petani (yang memberontak), ter p kota-kota (yang mau bebas) dan
juga terhadap pemerintah (n "a).
Di Saksen dorongan
untuk membentuk 'Landesherrliche Kirchenregiment" diberikan oleh raja di
situ: Johann Friedrich. Kepada Luther ia usulkan, supaya keributan di
daerah-daerah dihentikan dengan jalan mengadakan visitasi dan memecat
pekabar-pekabar Injil yang nakal. Mula-mula Luther
agak ragu-ragu
terhadap usul ini' tetapi kemudian ia menyetujuinya waktu ia mengetahui, bahwa
situasi gerejawi di situ tidak menguntunglan. la sendiri menyusun suatu rencana
untuk pekerjaan itu. Dalam rencana itu ia juga melibatkan universitas di
Wittenberg. la menghendaki, supaya visitasi itu diadakan dengan baik. Karena
itu ia menugaskan Melanchton untuk menyusun peraturannya. Dan ia sendiri
prakata sebagai penje\asan dan petunjuk.
la katakan, bahwa
pekerJ visitasi mempunyai sifat ilahi. Sebagai contoh ia menunjuk kepada
rasul-rasul. Mereka juga berjalan keliling, tetapi bukan hanya untuk bervisata.
Pekerjaan mereka sebenarnya adalah pekerjaan uskup-uskup.
Luther sendiri
'-nau menggunakán jabatan itu Iagi dalam Gereja. Tetapi karena ada orang yang
merasa diri terpanggil untuk itu, raja telah memintanya unülk menunjuk
visitator-visitator yang dibutuhkan oleh daerahnya. Raja — kata Luther — adalah
satu-satunya uskup, knrena tidak ada uskup yang mau membantu kita. Dalam sistem
ini diciptakan apa yang disebut "konsistori-konsistori" sebagai
organ-pembantu untuk raja. Konsistorikonsistori itu beranggotakan yuris-yuris
dan teolog-teolog, yang harus memberikan advis atau nasihat di berbagai bidang
yang ada hubungannya dengan kepemimpinan Gereja. Di samping itu diangkat
superintenden-superintenden, yang harus mengawasi pemberitaan Firman dan
tingkah-laku pelayan-pelayan Gereja. Juga diselenggarakan sinode-sinode, tetapi
bukan sebagai sidang atau pertemuan Gereja-gereja, melainkan sebagai wadah
musyawarah dari visitator•visitator, superintenden„superintenden, dan kemudian
juga uskup-uskup.
Luther — seperti
kita tahu — mengadakan perbedaan yang tajam antara Gerja dan negara. Visi ini —
yaitu visi tentang hubungan dari kerajaan" ini — memungkinkannya untuk
memimpin perkembanganperkembangan yang kita jelaskan di atas ke arah ini.
Sebagai "praecipium membrum ecclesiae" raja harus menjaga dan
memelihara Gereja. Pelayan gerejawi hanya bertugas memberitakan Firman.
Usaba Luther ini
mungkin dimaksudkan sebagai suatu tindakan darurat. Sebab para ahli tidak dapat
membuktikan, bahwa ia dengan usahanya itu mau memberikan sesuatu yang tetap
kepada Gereja reformatoris di Jerman Yang pasü ialah, bahwa cita-citanya yang
mula-mula üdak mengarahkan ke jurusan ini. Yang ia utamakan ialah pemberitaan
Firman yang bebas tentang anugerah Allah. Dan ia menyangka bahwa hal itu cukup
terWaktu ia memberikan tugas uskup kepada raja. Juga mungkin karena
ia - seperti yang telah kita katakan di atas -
bahwa "seluruh
struktur
Gereja adalah
sesuatu yang batiniah, di hadirat Allah, tidak kelihatan„ Selain daripada itu
ia percaya pada kuasa Firman Allah: di mana Firman itu diberitakan, di situlah
Gereja. Jabatan, yang ia utamakan, ialah jabatan pemberiui. Oleb pembaitaan —
katanya — berlangsung pelayanan sebenamyL
Kita lanjutkan
dengan Zwingli. Di atas kita dengan singkat — telah mendengar pandangan Luther
tentang hukum dan struktur Gereja. Pandangan Zwingli tenung hukum dan sü-uktur
Gereja berbeda dengan pandangan Luther: pandangannya lebih mirip dengan
pandangan Bucer dan Calvin. Tetapi Zwingli üdak dipengaruhi• oleh mereka
Zwingli mempunyai pendekatan sendiri. Dalam protestanüsme "reformed"
pandangannya menempaü tempat yang penting. Penüng kita bahwa ia juga — sama
seperü kawannya Bullinger - mempunyai pengaruh atas puritanisme Anglikan di
Ingvis. Ia — pada tahun 1518 — menjadi pelayan di JemaB Z?Ech. Sejak studinya —
di Wenen dan di Basel — ia telah dibentuk oleE h;ynanisme. Dengan Erasmus
(seorang humanis Belanda) ia mempunyai bgbungan yang eraL Ia mau kembali ke
sumber-sumber Kitab Suci, kaxena anggota-anggota Jemaat —mentrut dia — harus
mendengarkan tafsimn Injil yang benar. Ia sangat dipengaruhi oleh religiositas
Erasmus. Sama seperti humanishumanis Iain, ia — oleh disputasi di Leipzig
(1519) dimenangkan untuk Luther. Ia
yakin; bahwa pembenaran (yustifikŒsi) hanya oleh iman, harus mendapat tempat
yang sentral dalam reformasi.
Pada tahun 1520 ia
mulai menggiatkan reformasi di Zürich. Ia sangat menentang 'Reislaufen",
yaitu kebiasaan dari orang-orang Swis untuk menyewa diri sebagai prajurit
kepada pemerintah-pemerintah asing. Dua tahun kemudian "Reislaufen"
dilarang oleh Dewan Kota Zürich. Hal itu mendorongnya untuk melanjutkan usaha
pembaruannya antara Iain dengan jalan menyerang peraturan-peraan-an
selibat-imam, dan sebagainya
Untuk disputasi di
Zürich (pada tahun 1523) • menyusun 67 dalil. Disputasi itu membawà banyak
perubahan di antaranya ialah: Dewan Kota memerintahkan Gereja. kepada Yang
semua terpendngpelayan untuk hanya memberitakan Firman
Pada tahun 1523
menyusul disputasi kedua di Zürich. Hasilnya Iebih radikal daripada hasil
disputasi Zürich yang penama. Dewan Kota menyuruh
mengeluarkan
salib-salib, patung-patung, malahan juga organ-organ dari gedung-gedung gereja.
Selain daripada itu Misa diganti dengan ibadah perjamuan Malam yang lebih
sederhana. Ganti mezbah-mezbah Gereja menggunakan meja-mejyperjamuan. Dan
karena Firman Allah juga menguasai hidup kemasYTakatan, Dewan Kota menyuruh
menyusun peraturanperaturan perkawinan dan disiplin gerejawi yang ketat.
Di sinilah letaknya
perbedaan antara ajaran Luther dan ajaran Zwingli. Zwingli tidak setuju dengan
pengaiar-pengajar ibadah di Wittenberg. la menentang kekacauan dan tidak setuju
dengan kemauan rakyat yang fanatik. la juga berbeda pendapat dengan Luther yang
mengatakan, bahwa bentuk-bentuk tidak ada gunanya, kalau kita secara batiniah
telah bebas dari bentuk-bentuk itu. Tidak, dengan sadar pembaruan ia anggap
sebagai tugas la lebih mudah dapat melakukan hal itu, karena ia — oleh
humanismenya — dari mulanya bersikap lebih bebas terhadap tmdisi daripada
Luther. Lebih itu: ia lebih menyadari hubungan antara bentuk dan isi daripada
Luther.
Menurut Luther,
gereja sebagai kerajaan Kristus — seperti yang telah kita dengar — adalah
Gereja yang seluruhnya batiniah. Zwingli sebaliknya berpendapat: Regnum Christi
etiaq extemum. Maksudnya: Kerajaan Kristus bukan hanya baüniab Kerajaan itu
juga lahiriah. Zwingli erat sekali menghubungkan gereja dengan negara. Hal itu
nyata dengan jelas dari perkataannya di Snssburg, waktu ia — dalam
perjalanannya ke Marburg untuk menghadiri "musyawarah-agamiah" yang
diselenggarakan di situ (pada tahun 1592) — singgah dua minggu di kota itu. la
katakan:
"Seorang
Kristen tidaklah lain daripada seorang warga-kota yang baik dan setia, dan
suatu kota kristiani tidaklah lain daripada Gereja Kristen".
Zwingli menjelaskan
pandangannya ini dengan menunjuk kepada hubungan antara jiwa dan tubuh. Dalam
Expositio Fidei (1531) ia menggabungkan keduanya. la katakan: "Dalam
Gereja Kristen pemerintah dan jabatan profetis sama-sama perlu, sekalipun
jabatan profetis lebih penting. Sebab sama seperti manusia banya dapat terdiri
dari jiwa dan tubuh — sekalipun tubuh merupakan bagiannyayang kurang penting ja
tidak dapat ada tanpa pemerintah, sekalipun pemerintah banya melakukan 'hal-hal
yang kasad', yang tidak langsung mempunyai hubungan dengan hal-
ha.l rohani
Yang penting di
sini ialah: pemerintah — menurut Zwingli — beraa di bawah jabatnn profetis,
tetapi keduanya ia tempatkan di bawah satu pengãdan, yaiül GerejL Demlldan pula
halnya dengan kiasan jiwa tubuh. Baginya ubuh berada di bawah jiwa. Tetapi baik
jiwa, maupun tubuh, keduanya adalah bagian dari manusia Urutan ini — menurut
dia dibalikkan oleh anti Kristus dengan jalan melepaskan dirinya dari kuasa
pemerintah dan menempatkan dirinya di atas raja-raja. Zwingli menentang hal
itu. Sungguhpun demikian ia tetap menganut pendapat, bahwa pemerintah harus
bersedia mendengarkan Firman Allah dan mendengarkan mereka yang
menóeritakan-Nya.
Firman, yang
pemerintah harus dengarkan itu — menurut Zwingli — adalah firman yang jelas.
Berdasarkan Firman iül pemerintah dapat mengambil keputusan tentang agama yang
benar. Yang Zwingli maksudkan di sini dengan Firman bukanlah Firman yang
lahiriah. Firman yang lahiriah tidak mempunyai wibawa. Yang mempunyaÀ yibawa
ialah suara batiniah dari Roh Kudus. Tetapi kemudian, waktu pengaiar-pengajar
bidaah di Zürich mau memisahkan Firman yang lahiriah dati Finnan yang batiniah
(sebagai suara Roh Kudus) ia dengan tegas menolak hal itu dan dengan kuat
menekankan kesamaan antara keduanya.
Dalam ajarannya
Zwingli mengaksentuir pentingnya Gereja setempat. Kitab Suci — menurut dia —
üdak mengenal "ecclesia representativa", seperü yang diajarkan oleh
Gereja Katolik Roma. Gereja ini — menu•ut dia — mau berkuasa dan memerintah.
Karna itu ia menentangnya Gereja — katanya dengan tegas — adalah Gereja yang
konkret dan katolik: "Orang yang percaya di India adalah juga anggota dari
Gereja yang katolik, sama seperti orang percaya di Zürich". Tetapi Gereja
di Zúrich adalah tubuh Kristus yang kelihatan. Itu yang ia katakan dalam
disputasi yang kita sebut di atas.
Sebagai lanjutan
dari disputasi-disputasi itu timbullah kemudian sinodesinode, yang sangat
penting artinya bagi pnataan hidup gerejawi. paa tahun 1526 salah sam dari
sinode-sinode itu diselenggarakan di Homberg (Saksen). Dalam sinode im
Franciscus lambertus memainkan peranan penting• Kepada Luther ia mengirimkan suaül
bagan tatagereja, tetapi Luther tidak menggunakannya. Zwingli sebaliknya mau
belajar dari sinode di HOmberg. Terutama ide dari pertemuan — yang terdiri dari
pelayan-pelayan gerejawi yang membicarakan soal-soal Gereja — ia angat hargai
dan karena itu ia ambil-alih.
Pada tahun 1528
Gerejanya berkumpul bersama-sama dalam suatu sinode. Di sim diputuskan unulk
secara teratur menyelenggarakan sinodesinode yang demikian. Selai daripada para
rohaniwan, sinode-sinode itu dihadiri juga Oleh wakil-wakil dari pemerintah
(magistrat) dan dari kaum awam. Salah satu pokok penting, Yang dibicarakan
dalam pertemuan-pertemuan itu ialah sensor (sebagai unsur disiplin) yang
diterapkan di antara mereka sendiri. Janji-ordinasi mereka antara Iain
berbunyi: "Bahwa aku akan setia mempelajari dan memberitakan Firman Allah,
kalau aku dipanggil untuk pelayanan itu. Aku akan melakukannya sesuai dengan .
. kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan dengan mandat, yang
diberikan Oleh Dewan Kota Zürich. Sebalilmya aku üdak akan mengimpor ajaran
yang menyangsikan atau yang belum dikukuhkan Oleh sidang para pendeta".
Banyak sekali hal
yang dibicarakan dalam sidang-sidang sinode, yang juga dihadiri Oleh
wakil-wakil dari pemerintah (magistrat). Tetapi Zwingli berpendapat, bahwa tugas
pemerintah tidak dapat lebih banyak daripada ini, yaim menuntut supaya
warga-warganya menjadi warga-warga yang taat dan setia. Di samping itu ia
sebagai pemerintah harus memperhatikan hal-hal yang lahiriah, misalnya
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam
Zwingli dengan
tegas membedakan Gereja (sebagai kerajaan Kristus) dengan pemerintah (sebagai
"corpus christianum"). Corpus Christi — menurut dia — menginspirasi
corpus christianum. Di bawah ini kita menyebut halhal penting yang diatur Oleh
pemerintah dan Gereja pada waktu Zwingli:
Pertama:
Disiplin dan penerapannya. Disiplin dan penerapannya — menurut Zwingli — adalah
tugas gecja. Sungguhpun demikian ia tidak dapat meyakinkan Dewan Kota Zürich,
bahwa "ekskomunikasi" (pengucilan ) adalah hak Gerejæ Usul Zwingli,
yang ia ajukan pada tahun 1525 tentang hal itu kepada pemerintah, tidak mau
dibicarakan Oleh Dewan Kota.
Kedua: Usul pembentukan tribunal (peradilan)
untuk soal-soal perkawinan. Usul ini diterima dan dimalisir pada tahun 1525.
Tribunal ini terdiri dari 6 anggota: 2 pendgta dan 4 wakil pemerintah.
"Züricher Ehegerichd' ini kemudian berfungsi sebagai model dari
lembaga-lembaga Yang serupa, Yang didirikan di Swis dan di Jeman-
Keüga:
Penetapan fungsi "penatua atas nama gereja" (Ältere in Namen der
Kirche). Dua dari penatua-penatua ini bersama dengan pendeta da) seorang wakil
pemerinnb merupakan
menghendaki supaya
dalam segala sesuatu Gereja ditata menurut Firman Allah•. "Saya katakan,
bahwa Gereja ådak dapat hidup, kecuali kalau disusun semacam pimpinan
(pengurus), seperti yang kita ketahui dari Firman Allah dan yang dituruti dalam
Gereja Purba."
Calvin sangat kuat
menekankan apa yang Kristus katakan kepada kita dalam Firman-Nya. Hal ini —
yang ia anggap sebagai perintah yang penting — ia rumuskan atas rupa-rupa
jalan. la katakan: Yang penting ialah suatu 'orde' suatu tatanan, yang Kristus
mau gunakan untuk memimpin Gereja-Nya... suatu pemerintahan Gereja, yang Tuhan
telah tetapkan untuk selama-lamanya... suatu orde untuk memimpin Gerja... suatu
orde yang diwariskan kepada kita oleh Firman-Nya yang suci... suatu bentuk
pengurusan atau pemerintahan, yang la sendiri berikan... suatu pemerintahan
rohani, yang disahkan oleh Allah sendiri.
Calvin yakin, bahwa
semua yang ia rumuskan di atas ini, dikehendaki oleh Allah. Karena itu kita
ddak mempunyai hak untuk tidak menaati atau menyimpang dagipadanya.
Bukan saja dalam
Insjcusinya — di mana ia memberikan suatu uraian yang sistematis tentang
hakikat Gereja — tetapi juga dalam tatagerejatatagereja, yang ia susun, ia
nununjuk kepada Kitab Suci. Dalam salah satu tulisannya — pada tabun 1539 ia
dengan tegas mengatakan, bahwa tidak ada Gereja yang dapat hidup dalam
bentuknya yang benar, kalau kita tidak memperhatikan peraturan-peraturan yang
diberikan oleh Tuhan.
Sayang sekali,
bahwa bagan tatagerejanya tidak diterima oleh Dewan Kota Geneva Dewan Kota
sendiri menjalankan disiplin dan dengan jalan im ia merendahkannya menjadi
emacam "pengawasan-polisi". Juga Perjamuan Malam hanya boleh
dirayakan empat kali setahun. Terhadap penandatauganan surat pengakuan-iman
penduduk kota merasa keberatan. Calvin dan Farel tidak menerima semuanya itu.
Mereka menghendaki penyelenggaraan suatu sinode. Tetapi lawan-lawan mereka
mempemleh kemenangan, waktu diadakan pemilihan Dewan Kota (pada tahun 1538).
Situasi mereka makin bertambah sulit. Akhirnya mereka dipecat oleh Dewan Kota
dan disuruh meninggalkan Geneva Farel berangkat ke Neuchåtel. Dan atas desakan
Bucer, Calvin menerima permintaan imtuk pergi ke Su-assburg. Tiga tahun
(1538-1541) lamanya ia bekerja di sim. Di Strassburg ia banyak belajar du•i
Bucer.
Pada nhun 1541
Calvin — atas pemintaan Dewan Kota dan Oleb dorongan Farel — kembali ke Geneva.
Di situ ia segera mulai dengan suatu tatagereja
baru. Pada tabun
itü tabit karyanya "Ordonnances ecc16siasüques” (ordonansi-ordonansi
gerejawi). Dalam karyanya itü ia menyebut empat macam jabatan, yaitu: jabatan
pendeta (unluk pemberitaan Firman dan pelayanan disiplin), jabatan pengqjar
atau doktor (untuk pengajaran katekigasi dan pengajaran teolog), jabatan
penatua (untuk pelayanan pastoral dan disiplin) dan jabatan diaken (unmk
pelayanan kepada orang-orang saht dan orang. orang miskin).
Pendeta-pendeta
dan pengajar-pengajar merupakan ''persekutuax yang terhoımat” (la v6v6rable
compagnie), yang antara lain "memanggil” pendeta-pendeta.
Pendeta-pendeta
dan penama-penatuamerupakan 'konsistori” (le consistoire), yang memimpin Jemaat
dan menjalankan disiplin.
Demikian asas
pimpinan-sendiri dari Jemaat diterapkan unluk penama kali di Geneva. Hal ini
penüng. Tetapi yang Calvin lebih utamakan daripada asas im ialah sesuam yang
lebb tinggi, yaim pemerintahan yang mutlak dari Kristus di dalam Jemaat.
Kisîükî23i itü ia jalankan dengan peranuraan pejabat-pejabat, yang takluk çağa
Firman-Nya
Gereja — menurut
Calvin — ada!â9ğ perkumpulan dari orang-omng yang terpilih: "Semua orang
yang terpiJiIı erat berhubungan oleh iman dalam satu Gereja dan persekuman dan
dalam satu umat Allah, di mana Kristuş, Tuhan kita, adalah Pemimpin, Raja dan
Kepalanya...” Di dalam Dia mereka terpilih. Oleh pekerjaan yang tersembunyi
dari Rob Kudus mereka ditanamkan, dünkorporasikan dalam Kristus, sehingga
mereka merupakan satu tubuh dengan Dia.
Tentang Gereja ini
— menurut Calvin — kita banya dapat berkata-kâta dalam iman. la tersembunyi,
tidak kelihatan dan hanya tmıpak pada Allah. Oleh pendapat ini Gereja yang
kelihatan tidak kehilangan aninya. Dalam perealisasian keselamatan Allah ia
turuz dilibatkan.
Gereja ini dapat
dikenal pada tanda-tandanya. Di dalamnya berlam hükum kasih. Penyusunnya
berdasarkan Firman Allah, yaim Firman yang berjanji, bahwa di mana dua atau
tiga orang berkumpul dalam nama Krisms, la berada di siüı, bersama-sama dengan
mereka. Pelayanannya Allah gunakan sebagai pengganü pekerjaan-Nya, bukan dalam
ani bamya dengan im la menyemhkan Roh-Nya kepada mereka, tetapi dalam atı,
bahwa oleh mulut mereka pekejaan-Nya direalisasikan.
Hukum gereja Calvin
harus kita lihat dalam terang ini. Sebagian besar daripadanya adalah hukum
jabatan, maksudnya: penataan dari pelayanan pemberian, pelayanan disiplin dan
pelayanan kepada orang-orang miskin.
Dalam ajarannya
tentang jabatan, Calvin bergantung pada Bucer. Karena itu — menurut dia —
pelayanan pemberitaan dan pelayanan sakramen adalah suatu hukum yang kudus dan
abadi, yang ditugaskan kepada pengganti-pengganü para rasul. Pejabat-pejabat —
bagi dia — sedikit atau banyak adalah lanjutan dari apostolat.
Wakal ia
mempelajari dan menetapkan jabatan-jabatan, ia membedakan empat hal. Pertama:
panggilan, yang ia anggap sebagai suatu panggilan batiniah. la terdiri dari
pengakuan yang ikhlas dari hati kita, bahwa jabatan yang diberikan kepada kita
tidak kita terima karena ingin hormat, tetapi karena ketakutan yang benar
kepada Allah dan karena kemauan kita untuk membangun Gereja. Kedua: pada
panggilan batiniah ia menambahkan panggilan lahiriah. Yang ia maksudkan dengan
panggilan lahiriah ialah panggilan resmi oleh Gereja. Keüga: pemilihan, yaitu
pemilihan oleh Jemaat. Maksudnya: bahwa Oleh penyelidikan dan persetujuan
Jemaat dipilih orang-orang, yang dianggap layak (untuk diangkat menjadi
pejabat). Di sini Calvin mengingat akan apa yang dikatakan dalam Kisah Para
Rasul 6:3: orang-orang yang mempunyai reputasi yang baik, yang penuh dengan Roh
dan hikmat, yang dikenal dan diakui Oieh Jemaat, yang boleh dipilih dan
diangkat untuk suatu jabatan. Dan Keempat: ordinasi atau peneguhan. Peneguhan —
menurut dia selalu digunakan Oieh para rasul, kalau mereka menetapkan
pejabat-pejabat untuk Jemaat-jemaat Perjanjian Baru. Karena itu kita harus
menerima ordinasi atau peneguhan sebagai suatu perintah.
Perhaüan Calvin
lebih banyak ditujukan pada jabatan pemberitaan Firman. la harus menyãmpaikan
pengajaran yang murni. Di sini ia menggunakan pengertian "doctrina".
Tetapi pengertian ini tidak ia gunakan dalam arti intelektual. Yang ia
maksudkan dengan pengerüan ini ialah: Gereja ada di dunia untuk
"mengajar" anggota-anggotanya. Sesuai
dengan itu tatagereja Calvin — menurut separuh ahli — harus kita anggap
sebagai "Peraturan untuk mengajaf': mengajar dalam arti meneruskan Firman
kepada orang lain.
Dalam terang ini
"disciplina" Calvin — menurut ahli•ahli — harus kita lihat. Pengerüan
ini — seperü yang nyata dari praktek atau cara yang
digunakannya dalam
perayaan Perjamuan Malam di lebih banyak mempunyai sifat paedagogis dan
pastoral. Sebelum suatu perayaan Perjamuan Malam berlangsung, ia menerima
anggota-anggota Jemaat dan berbicara.dengan mereka tentang sakramen itu. Itulah
ia menjun. kan disiplinnya, yaitu melalui percakap.n (pembicaraan) dan
pengakuan. Sifamya paedagogis dan pastoml. Juga kalau ia melarang orang untuk
Perjamuan Malam, karena hidup orang itu tidak
sesuai dengan kesucian Jemaat. Maksudnya penolakannya ialah untuk mengajar
orang-orang itu dan memimpinnya kepada hidup yang lebih baik. Karena ia sangat
berkeberatan terhadap praktek disiplin, yang merusak (memecahkan) Gereja dan
yang tidak menunjang kesatuannya.
Keberatannya ini ia pertama tama tujukan
kepada Gereja Katolik
Roma. Terhadap
Gereja ini ia terutama menekankan kebebasan yang — menurut dia — harus juga
tampak dalam hukum gereja. Kebebasan dalam Kristus — katanya menjelaskan —
tidak boleh dimusnahkan oleh keputusan-keputusan dan peraturan-penturan
gerejawi, seperü yang dibuat oleh Gereja Katolik Roma. laminan dari kebebasan
ini terletak dalam keterikatan kita pada Firman Allah: "...
orang-orang harus diperintah oleh suatu
kebebasan, yaitu oleh
Firman Allah yang
suci".
Keberatan yang sama ia juga tujukan kepada
kaum spiritualis-libertin. Menurut dia tiap-tiap bentuk pimpinan juga bentuk
pimpinan rohani — harus diatur oleh hukum. Kalau hukum itu ditiadakan — seperti
yang dibuat oleh kaum spiritualis-libertin — maka Gereja akan kehilangan
kekuatannya dan akan musnah.
Calvin tahu, bahwa
tatagereja tidak dapat menghidupkan Gereja Yang dapat menghidupkannya ialah
Firman, yang diberitakan. Hal ini ia jelaskan — dengan suatu kiasan — seperti
berikut: pimpinan Gereja, jabatan pastoral dan peraturan-peraturan yang lain
bersama-sama dengan sakramen-sakmmen dapat kita umpamakan dengan tubuh Gereja.
Doktrin, yaitu Firman Allah yang diberitakan (dalam rupa-rupa bentuk) adalah
jiwa yang menginspirir tubuh dan yang menghidupkan serta membuatnya aktif
bekerja Oleh hal itu dihindarkan, bahwa seluruh tubuh Gereja tidak rusak dan
menjadi bangkaj yang mati dan yang tidak berguna. Maksud hukum gereja
(tatagereja) ialah memajukan dan memelihara kelangsungan pemberitaan Firman
dalam nya yang luas (sebagai doktrin).