DI SUSUN OLEH :
NAMA : PEBRIYANUS HALAWA
NIM : 77.3066
PRODI : Theologi
TGKT/SMESTR : III/V
MATA KULIAH : ETIKA III
DOSEN : DANIEL CANDRA M.Th
SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT’
JAKARTA, 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kepemimpinan tanpa etika adalah malapetaka
karena dapat menimbulkan ketidakstabilan dan kehancuran. Seorang pemimpin wajib
untuk memimpin dengan berpondasikan etika yang kuat dan santun. Sebab, tanpa
etika kepemimpinan, maka pemimpin tidak akan pernah mampu menyentuh hati
terdalam dari para pengikut. Dan dia juga akan mnejadi yang gampang untuk di
olok-olok oleh lawan dan kawan. Bila lawan, kawan, dan bawahan sudah suka
meperolok-olokkan pemimpin, maka malapetaka akan menjadi sahabat kepemimpinan
tersebut.
Seorang pemimpin yang memiliki etika akan
mampu membawa organisasi yang dipimpinnya sampai ke puncak keberhasilan dengan
memanfaatkan semua potensi yang ada pada semua anggota organisasi yang
dipimpin. Seorang pemimpin menjadikan etika sebagai dasar mengoptimalkan semua
bakat dan potensi sumber daya manusia, dan meningkatkan nilai dari semua sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi serta menghargai semua kualitas dan
kompetensi sumber daya manusia. Dan bukan seorang pemimpin yang menciptakan
jarak antara mimpi dan realitas. Tetapi dia seorang pemimpin beretika yang
membantu semua mimpi pengikutnya menjadi kenyataan dalam kebahagiaan.
Pemimpin yang beretika tidak akan pernah
punya niat untuk menyingkirkan bakat-bakat hebat yang menjanjikan masa depan
cerah. Dia akan mengilhami semua orang dengan motivasi dan keteladanan untuk
mampu mencapai keunggulan, dan merangsang semua orang untuk berfikir positif
dan bekerja efektif.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini ialah
sebagai berikut:
1. Apa Hakikat dari etika kepemimpinan itu?
2. Apa pengertian dari etika kepemimpinan itu?
3. Apa saja teori dari etika itu?
4. Apa saja fungsi dari etika kepemimpinan itu?
5. Bagaimana dilema dari etika kepemimpinan itu?
C.
Tujuan Masalah
Dengan adanya rumusan masalah diatas,maka
tujuan masalahnya ialah:
1. Mengetahui apa hakikat dari etika kepemimpinan itu.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan etika kepemimpinan itu.
3. Mengetahui apa saja teori dari etika.
4. Mengetahui apa saja fungsi dari etika kepemimpinan.
5. Mengetahui bagaimana dilemma dari etika kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Etika
Etika
berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti:
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang
berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan
moral. Moral berasal dari kata latin: mos (bentuk tunggal),
atau morse (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup.[1]
Untuk
memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai etika, dibawah ini dikutip beberapa
pengertian etika.
1. Ada dua pengertian etika, sebagai praksis dan sebagai refleksi.
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang
baik dan yang buruk.
3. Istillah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik,
dan sila artinya kebiasaan atau tingkah laku. Jadi, susila
berarti kebiasaan atau tingkah laku pembuatan manusia yang baik.
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
a)
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral.
b)
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak.
c)
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.
5. Menurut Lawrence, Weber, dan post etika adalah suatu konsepsi tentang
perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita
bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental,
bagaimana kita berpikir dan bertindak terhadap kita.
6. Menurut David P. Baron, etika adalah suatu pendekatan sistematis atas
penilaian moral, yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis, dan
reflektif.
Dari
uraian diatas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti.
Namun demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:
a) Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku
dalam kelompok atau masyarakat.
b) Etika sebagai ilmu atau tata susila, adalah pemikiran atau penilaian moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa
saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut
bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja
mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asa, atau prinsip-prinsip tentang
perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut
dianggap baik atatu tidak baik, mengapa menajdi baik itu sangat bermanfaat, dan
sebagainya.
B.
Pengertian Etika Kepemimpinan
Etika
adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu yang diboleh
dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku yang benar
merupakan perilaku yang etis dan perilaku yang salah merupakan perilaku yang
tidak etis. Apa yang dianggap benar dan etis dan apa yang dianggap salah atau
tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan negara lain atau budaya
lainnya. Sesuatau perbuatan dianggap etis juga ditentukan oleh tujuannya.
Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah ulang tahun di anggap etis, akan
tetapi memberikan sesuatu dengan tujuan menyuap merupakan perbuatan tidak etis.
Menurut
teoritis kepemimpinan, kepemimpinan etis adalah kepemimpinan yang
mendemonstrasikan perilaku yang secara normative tepat melalui
tindakan-tindakan personal dan hubungan interpersonal, dan promosi perbuatan
seperti itu kepada para pengikut melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan
pembuatan keputusan.
Pengaruh
merupakan esensi dari kepemimpinan, dan para pemimpin yang berkuasa dampaka
memiliki dampak besar pada kehidupan dari para pengikut dan nasib dari sebuah
organisasi. Seperti yang diingatkan oleh Gini, masalah utamanya bukanlah apakah
para pemimpin akan menggunakan kekuasaan, tetapi apakah mereka akan menggunakannya
dengan bijaksana dan baik. Potensi besar sekali untuk pengaruh adalah satu
alasan begitu banyak orang yang tertarik dalam aspek etis dari kepemimpinan.
Subjek ini menjadi menonjol dalam beberapa tahun terakhir. Satu alasan mungkin
adalah kepercayaan public yang menurun kepada para pemimpin bisnis dan politik
selama tiga decade terakhir (Kouzes & Posher).
Etika
adalah penyelidikan filosofi mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan tentang
hal-hal yang baik dan buruk jadi penyelidikan tentang bidang moral. Maka etika
juga didefinisikan sebagai filsafat tentang bidang moral. Etika tidak membahas
kondisi atau keadaan manusia melainkan tentang bagaimana manusia itu seharusnya
bertingkah laku. Karena itu pula etika adalah filsafat mengenai praktis manusia
yang harus berbuat menurut aturan dan norma tertentu.
Norma
merupakan aturan mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Sedangkan yang
dimaksud dengan etika adalah suatu pendekatan sitematis atas pertimbangan moral
berdasarkan penalaran, analisis, sintesis, dan perenungan. Dalam melakakukan
pilihan etis terhadap pertimbangan moral tertentu maka nilai dari masing-masing
pihak yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan etis akan sangat
menentukan pilihan mana yang akan dilakukan. Dengan demikian senantiasa
terdapat hubungan yang sangat erat antara nilai dengan keputusan etis yang
dibuat.
Organisasi
merupakan penjelasan yang menguntungkan bagi pemahaman yang lebih baik dan
mengembangkan etika organisasi. Jika perilaku organisasi dapat memberikan
wawasan mengenai bagaimana mengelola perilaku kerja manusia, kemudian ia dapat
mengajarkan kepada kita cara menghindari perilaku yang buruk. Etika mencakup
penelitian mengenai pilihan dan masalah moral. Ia menyangkut benar versus salah,
baik versus buruk, dan banyak bayangkan kelabu dalam isu-isu yang diduga
berwarna hitam dan putih. Implikasi moral bersumber dari setiap keputusan yang
sebenarnya, baik didalam maupun diluar kerja.
Kepemimpinan
etis merupakan gagasan yang ambigu yang terlihat meliputi beragam elemen
berbeda. Amatlah berguna membuat sebuah perbedaan antara etis dari seorang
pemimpin dengan etika dari jenis perilaku kepemimpinan tertentu (Bass &
Steidlmeier, 1999). Kedua jenis etika itu sulit dievaluasi. Heifetz (1994)
menyatakan tidak ada landasan netral secara etis bagi teoti-teori kepemimpinan,
karena mereka selalu melibatkan nilai dan asumsi implicit mengenai bentuk
pengaruh yang tepat.
Etika
meliputi persoalan moral dan pilihan dan berhubungan dengan perilaku yang benar
dan salah. Meskipun selama ini etiak yang kurang mendapat perhatian, mulai dari
kegagalan Entron dan segera diikuti oleh kasus profil tinggi lainnya, eksekutif
berkedudukan tinggi ditahan dan dituduh “merampok” perusahaan, perusahaan
akuntan umum dinyatakan bersalah karena beberapa gangguan, dan masih banyak
lagi etika telah mengambil posisi penting.
Disamping
persoalan moral dan pedoman program etika serta iklim budaya organisasi, dalam
kerangka mengenai diversitas, etika juga mempunyai dampak pada bagaimana
bawahan diperlakukan, dan bagaimana mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata
lain, etika dapat mempengaruhi keadaan karyawan dan kinerja mereka. Secara
khusus, masalah-masalah sosial saat ini yang berhubungan dengan keterlibatan
perusahaan dalam pelecahan seksual dan hak privasi, secara khusus relavan
dengan studi perilaku etis dalam organisasi sekarang ini.
C.
Beberapa Teori Etika
Etika
sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik
atau tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu
ekonomi. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan
suatu tindakan, sifat atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau
prespektif yang berlainan. Sebagaimana dikatakan oleh Peschke S.V.D, pelbagai
teori etika muncul antara lain karena adanya perbedaan prespektif dan
penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir hidup umat manusia.
Disamping
itu, sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu,
belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi untuk mengontrol sutau
tindakan atau perilaku. Banyaknya teori etika yang berkembang tampak cukup
membingungkan. Padahal, sifat teori yang semakin sederhana dan makin mengurucut
menuju suatu teori tunggal yang mampu menjelaskan suatu gejala secara
komprehensif, justru makin menunjukkan kemapanan disiplin ilmu yang
bersangkutan. Untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai teori etika yang
berkembang, berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang
berpengaruh.
1.
Egoisme
Rachel
memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoism, yaitu: egoisme
psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep ini tampak mirip karena keduanya
menggunakan istilah egoisme, namun sebenarnya keduanya mempunyai pengertian
yang berbeda. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa
semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Menurut teori
ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan
suka berkorban, namun semua tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah
ilusi.
Munculnya
paham egoisme etis memberikan landasan yang sangat kuat bagi munculnya paham
ekonomis capitalis dalam ilmu ekonomi. Paham ekonomi kapitalis ini diperoleh
oleh Adam Smith. Adam Smith berpandangan bahwa kekayaan suatu negara akan
tumbuh maksimal bila setiap individu diberi kebebasan untuk mengejar
kepentingan nya masing-masing. Pada awalnya paham ini hanya dianut oleh
negara-negara barat, namun kini hampir semua negara didunia ini telah
dipengaruhi oleh sistem kapitalis ini.
2.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, kemudian menjadi kata inggris utility yang
berarti bermanfaat. Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika
membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah
yang sangat terkenal. Jadi, ukuran baiknya tindakan dilihat dari akobat konsekuensi,
atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak. Itulah
sebabnya, paham ini disebut juga paham teleologis. Teleologis berasal dari kata
yunani telos yang berarti tujuan.
Perbedaan
paham Utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang
memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang
banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
3.
Deontologi
Paradigma
teori deontology sangat berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme yang
sudah dibahas. Kedua teori yang disebut terakhir, yaitu teori egoisme dan
utilitarianisme sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut. Bila akibat dari suatu
tindakan memberikan manfaat entah untuk individu atau untuk banyak orang atau
kelompok masyarakat, maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat
suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka
tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan
berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut
teleology.
D.
Fungsi Etika Kepemimpinan
Etika
memengaruhi perilaku pemimpin dan perilaku pera pengikut. Fungsi etika
kepemimpinan ialah sebagai berikut:
a) Norma etika. Setiap organisasi. Setiap organisasi atau sistem soisal yang
mapan mempunyai norma dan nilai-nilai etika di samping peraturan. Norma dan
nilai-nilai tersebut merupakan bagian daripada budaya organisasi.
b) Pemimpin. Norma dan nilai-nilai memengaruhi perilaku semua anggota
organisasi termasuk pemimpin. Khusus bagi pemimpin ia harus memimpin aplikasi
dan penegakan pelaksanaan norma dan nilai-nilai dalam perilaku organisasi dan
perilaku pribadi para anggota organisasi.
c) Perilaku memengaruhi pemimpin yang etis. Norma dan nilai-nilai organisasi
diterapkan dalam perilaku memengaruhi pemimpin. Jika pemimpin menerapkan norma
dan nilai-nilai etika maka terciptalah teknik memengaruhi dari pemimpin yang
etis. Pemimpin menggunakan teknik memengaruhi yang dapat diterima oleh para
pengikut yang juga telah menerapkan norma dan nilai-nilai organisasi dalam
perilakunya.
d) Iklim etika. Penggunaan norma dan nilai-nilai organisasi oleh pemimpin
dalam teknik memengaruhi pemimpin yang dapat diterima oleh para pengikut yang
telah menyesuaikan perilakunya dengan norma dan nilai-nilai organisasi
menciptakan iklim etika dalam organisasi. Iklim etika adalah persepsi pemimpin
dan pengikut mengenai apa yang terjadi secara rutin dalam lingkungan internal
organisasi.
E.
Dilema dalam Mengevaluasi Kepemimpinan
Etis
Mempengaruhi
komitmen dan optimisme pengikut adalah aspek pusat dari kebanyakan teori
mengenai kepemimpinan efektif. Para pemimpin biasanya diharapkan untuk
mempengaruhi komitmen para pengikut terhadap sebuah tugas yang ada atau sebuah
aktivitas baru. Namun, pengaruh ini juga merupakan sumber dari kekhawatiran
etis. Masalah untuk mengevaluasi kepemimpinan etis adalah untuk menentukan
kapan pengaruh demikian kapan pengaruh demikian itu tepat.
Etika
mempengaruhi para pengikut adalah perhatian utama untuk teori kepemimpinan
transformasional dan karismatik. Kebanyakan teori ini melibatkan pengaruh
pemimpin yang besar atas sikap dan perilaku pengikut. Lebih mudah untuk
mengevaluasi kepemimpinan etis saat minat dari pemimpin, pemgikut dan
organisasi kongruen dan dapat dicapai dengan tindakan yang tidak melibatkan
terlalu banyak resiko atau biaya kepada suatu pihak.
Namun,
dalam banyak situasi proses mempengaruhi dapat melibatkan, penciptaan
antuasiasme untuk sebuah strategi atau proyek yang berkuasa, membujuk para
pengikut untuk mengubah keyakinan dan nilai mereka yang mendasari atau ketiga
mempengaruhi keputusan yang akan menguntungkan sebagian orang dengan
mengorbankan yang lain. Setiap jenis pengaruh ini melibatkan beberapa dilema
etis.
Mempengaruhi
Harapan, sebuah tanggung jawab kepemimpinan yang penting adalah untuk
menerjemahkan peristiwa yang membingungkan dan membangun consensus di sekitar
strategi untuk berhadapan dengan ancaman dan kesempatan. Nilai dan Keyakinan
yang Mempengaruhi yang lebih controversial adalah sebiah untuk mengubah nilai
dan keyakinan yang mendasari dari masing-masing pengikut. Berbagai Stakeholder
kesulitan dalam mengevaluasi efektivitas kepemimpinan meliputi berbagai
criteria yang memiliki pertukaran yang rumit, dan para stakeholder yang
sebagian memiliki kepentingan untuk saling berkonflik.
Evaluasi
harus mempertimbangkan batasan dimana seorang pemimpin yang menyeimbangkan dan
mengintegrasikan kepentingan dari stakeholder berbeda di dalam batasan yang
dikenakan oleh kewajiban hukum dan kontraktual. Sebuah orientasi integrative
terlihat lebih etis bagi pemimpin daripada mendukung fraksi yang akan
memberikan keuntungan pribadi yang tertinggi bagi pemimpin, mempermainkan
stakeholder satu sama lain atau berusaha mengabaikan konflik kepentingan
substantive.
F.
Perilaku Etis
Seorang
pemimpin, yang etis perilakunya mengacu pada norma-norma etika. Karakteristik
perilaku etis antara lain:
1.
Dapat dipercaya. Seorang pemimpin harus
dapat dipercaya oleh para pengikutnya. Ia seorang yang jujur berupaya
menyatukan antara apa yang dikatakan, dijanjikan dengan apa yang dilakukannya.
2.
Menghargai dan menghormati orang lain.
Pemimpin harus memperlakukan para pengikut dengan baik seperti ia ingin
diperlakukan pengikutnya dan orang lain. Pemimpin juga harus menghargai hak
asasi para pengikut dan orang-orang yang berhubungan dengan organisasinya.
3.
Bertanggung Jawab. Pemimpin harus
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugasnya dan perannya dalam organisasi
untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi.
4.
Adil. Seorang pemimpin harus adil dalam
melaksanakan peraturan tidak mengambil keuntungan untuk diri sendiri,
keluarganya dan kroninya.
5.
Kewargaan oraganisasi. Pemimpin
melaksankan tugas untuk membuat kehidupan lebih baik, melindungi lingkungan,
melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang dan peraturan dan menerapkan
prinsip-prinsip dasar organisasi
6.
Menggunakan kekuasaannya secara bijak.
Pemimpin mempunyai betbagai jenis kekuasaan yang dapat dipergunakannya untuk
memengaruhi para pengikutnya dan orang lain yang berhubungan dengan
organisasinya.
7.
Jujur. Pemimpin harus memegang prinsip kejujuran,
ia harus jujur kepada dirinya sendiri, kepada para pengikutnya dan kepada orang
yang berhubungan dengan organisasinya.
Pemimpin
merupakan faktor penentu terciptanya perilaku etis dan iklim etika dalam
organisasi. Pemimpin menyusun strategi pengembangan perilaku etis yang
merupakan bagian dari strategi organisasi. Pemimpin menyusun kode etik
organisasi san melaksanakannya sebagai panduan perilaku para anggota
organisasi. Dalam melaksanakan kode etik, pemimpin menjadi role model atau panutan
perilaku etis. Dalam organisasi dibentuk komisi atau badan kode etik yang
menegakkan pelaksanaan kode etik.
G.
Etika Profesi Pemimpin
Profesi
adalah, pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kepemimpinan itu harus
dijadikan satu profesi, dan oleh tugas-tugasnya yang berat pemimpin tersebut
mendapatkan imbalan materiil dan imateriil tertentu, maka sebagai
konsekuensinya pada dirinya bisa dikenakan sanksi-sanksi tertentu. Karena itu
profesi kepemimpinan selalu menyandang nilai-nilai etis dan pengenaan sanksi
tersebut. Dengan demikian etika profesi pemimpin memberikan landasan kepada
setiap pemimpin untuk selalu:
1.
Bersikap kritis dan rasional. Berani
mengemukakan pendapat sendiri dan berani bersikap tegas sesuai dengan rasa
tanggung jawab etis sendiri.
2.
Bersikap otonom. Dengan otonomi ini bukan
berarti sang pemimpin dapat berbuat semau sendiri, atau bisa bertingkah laku
sewenang-wenang, melainkan dia bebas memeluk norma-norma diyakini sebagai baik
dan wajib dilaksanakan, untuk membawa anak buah pada pencapaian tujuan
tertentu.
3.
Memberikan perintah-perintah dan
larangan-larangan yang adil dan harus ditaati oleh setiap lembaga dan individu.
Yaitu oleh pemimpin , orang tua, keluarga, sekolah, badan hukum, lembaga agama,
negara, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika
adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu yang diboleh
dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku yang benar
merupakan perilaku yang etis dan perilaku yang salah merupakan perilaku yang
tidak etis. Apa yang dianggap benar dan etis dan apa yang dianggap salah atau
tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan negara lain atau budaya
lainnya. Sesuatau perbuatan dianggap etis juga ditentukan oleh tujuannya.
Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah ulang tahun di anggap etis, akan
tetapi memberikan sesuatu dengan tujuan menyuap merupakan perbuatan tidak etis.
Kepemimpinan
etis merupakan gagasan yang ambigu yang terlihat meliputi beragam elemen
berbeda. Amatlah berguna membuat sebuah perbedaan antara etis dari seorang
pemimpin dengan etika dari jenis perilaku kepemimpinan tertentu (Bass &
Steidlmeier, 1999). Kedua jenis etika itu sulit dievaluasi. Heifetz (1994)
menyatakan tidak ada landasan netral secara etis bagi teoti-teori kepemimpinan,
karena mereka selalu melibatkan nilai dan asumsi implicit mengenai bentuk
pengaruh yang tepat.
Dalam
konteks organisasi, etika organisasi dapat berarti pada sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara
keseluruhan akan membentuk budaya organisasi, yang sejalan dengan tujuan maupun
maksud tujuan organisasi yang bersangkutan.
Agoes, Sukrisno, Ardana, Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya, 2009, Jakarta, Salemba Empat, hlm. 26-27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar