DISUSUN OLEH :
NAMA :
PEBRIYANUS HALAWA
NIM :
77.3066
PRODI : THEOLOGI
TUGAS :
MID
MATAKULIAH :
SISTEMATIKA THEOLOGI
DOSEN : DR.
LASINO JW PUTRO, M.Th
SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT”
JAKARTA, 2019
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera bagi kita semua, syalom,
Berbekal pengalaman pribadi dalam menghadapi masalah
dalam gereja yang dahulu pada masa kekrristenan mula-mula masalah itu berasal
dari luar namun sekarang berbeda pada saat ini adalah masalahnya adalah kita
sendi yaitu orang-orang itu sendiri dan masalah itupun sangan membuat kita
bingung hingga banyak salah memahami dan mengerti akapn pengertiannnya yaitu Bahasa Roh (GLOSOLALIA) dalam hal ini
kalau kita hanya memahami ahany satu kitab saja maka kita akan membingnugkan
dan sulit untuk memahaminya, dan dalam hal ini kita akan membahasnya didalam
tulisan ini, dalam bagian bagian ini mungkin banyak kesalahan dalam penulisan
dan kata-kata dalam paper ini saya minta maaf, judul yang akan saya angkat
yaitu, GLOSSOLALIA ( BAHASA LIDAH/ ROH ), dan saya juga beterima kasih
kepada dosen saya DR.LASINO JW PUTRO, aebagai dosen pembimbing saya yang salau
membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan PAPER ini, dan saya juga
mengucapkan terimakasih kepada teman teman saya yang salalu membantu dalm buah
pikiran, demikiyta yang bisa saya sampaikan saya uacapkan Terimakasih syalom.
DAFTAR ISI.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
TUJUAN
RUMUSAN
MASALAH
BATASAN
MASALAH
BAB II
LANDASAN TEORI
PENGERTIAN
GLOSOLALIA SECARA ETIMILOGI
PENGERTIAN
GLOSOLALIA MENURUT PARA AHLI
PENGERTIAN
GLOSOLALIA MENURUT PARA PENDETA.
BAB III
PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, banyak gereja yang mempersoalkan tentang
kepenuhan Roh kudus, bahkan seakan – akan gereja begitu berpatokan dan
mempertanyakan dirinya tentang hal ini. Orang percaya tak lagi memahami
tentang tujuan awal roh kudus dicurakan kepada gereja yang mana untuk melayani
dan mempertumbuhkan tubuh kristus sehingga nama Tuhan yang dipermuliakan.
Fokusnya sudah berbeda tentang karunia yang Allah berikan sebab banyak yang
telah terpengaruh dengan pandangan gereja tertentu yang menganggap karunia
berbahasa rohlah yang paling penting untuk didapatkan.
Banyak ditemukan jemaat yang tak berkomunitas tetap di gerejanya,
setelah minggu kedua mungkin sudah tak ada lagi. Banyak jemaat yang
berpindah-pindah gereja dengan alasan karena saat beribadah ia tak merasakan
kehadiran Roh kudus yang adalah sumber dari karuna tersebut. Akhirnya,
banyak orang percaya yang membuat standar gereja yang penuh Roh kudus adalah
dengan melihat banyaknya karunia yang ada didalamnya. Salah satu karunia yang
paling terlihat, adalah karunia bahasa Roh atau bahasa lidah. Semakin
banyak jemaat yang mampu berbahasa Roh saat proses beribadah maka dapat
dikatakan semakin banyak Roh kudus yang tercurah di gereja tersebut.
Karunia berbahasa roh adalah topik yang
menarik bagi penulis karena sejauh ini penulis melihat banyak
kasus serupa yang terjadi di gereja saat ini. Begitu banyak pertanyaan yang
muncul di pikiran penulis , Apakah semua orang percaya harus
memiliki karunia berbahasa roh ? lalu sebenarnya apa tujuan dan manfaat
memiliki karunia berbahasa roh ? Semua ini akan penulis jelaskan pada isi.
BAB II
KAJIAN TEORI
- Pengertian Bahasa Roh
Dalam Perjanjian Baru, bahasa roh
berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “glossa” yang
berarti lidah, organ tubuh yang digunakan untuk berbicara, dan kata
kerja “laleo” yang berarti berbicara, berkata, mengeluarkan
suara dari mulut. Kedua kata Yunani ini diartikan menjadi “glossolalia” yang
artinya bahasa lidah. Jadi, penggunaan istilah “bahasa roh” kurang tepat untuk
digunakan secara luas. Namun demikian dalam penulisan makalah ini, penulis
tetap menggunakan istilah bahasa roh atau bahasa lidah dimana dalam penggunaan
istilah ini maksud penulis adalah untuk menunjuk kepada istilah yang sama
dengan pengertian “Glossolalia”. Istilah “bahasa lidah”, “bahasa asing”,
“bahasa roh”, dalam Perjanjian Baru menggunakan kata yang sama yaitu “γλωσσα –
glossa”, “lidah”. Markus 16:17 menulis “γλωσσαις λαλησουσιν καιναις ;
glossais lalesousin kainais
Berbicara dengan lidah yang baru”; Kisah
Para Rasul 2:4 menulis “lalein heterais glossais”, “berbicara dengan lidah yang
lain”. Mulai Kisah Para Rasul 10:45 dan seterusnya tidak ada lagi kata
“heteros” (yang lain) maupun “kainos” (yang baru), melainkan kata kerja λαλεω
- laleo, "berbicara" dan “γλωσσα - glossa” "lidah”. Jadi,
baik dalam Kisah Para Rasul maupun surat Korintus menggunakan kata dan ungkapan
yang sama yang dewasa ini dikenal dengan “γλωσσολαλια – glossolalia.
Dari narasi Uraian di atas sejalan
dengan pernyataan Paul Enns dalam bukunya The Moody Handbook of Theology jilid
1, antara lain mengatakan bahwa, bahasa lidah di Kisah Para Rasul dan Korintus
adalah sama. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa bahasa lidah di Korintus
berbeda dengan yang ada di Kisah Para Rasul. Artinya, ketika kita berbicara
mengenai bahasa roh yang ada di dalam kitab Kisah Para Rasul, kita tidak bisa
mengabaikan kitab 1 Korintus, begitu juga sebaliknya. Hal ini penting, karena
ada yang mengangap bahwa bahasa roh yang ada di dalam kitab Kisah Para Rasul
berbeda atau terpisah dengan yang ada di dalam kitab 1 Korintus. Tujuannya
untuk membedakan bahasa roh sebagai tanda dan bahasa roh sebagai karunia. Namun
uraian di atas menjelaskan bahwa keduanya adalah sama, tidak dapat dibedakan.
- Bahasa Roh Yang Ditinjau Dari Kisah Para Rasul 2:1-12
Di Dalam kitab Kisah Para Rasul mencatat Kisah 2:4-11
khususnya ayat 4 “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai
berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu
kepada mereka untuk mengatakannya”. Dalam ayat ini sangat jelas mengatakan
bahwa roh kudus yang turun langsung di atas oran-orang yang ada disitu dan
mereka mulai berkata-kata dalam bahasa yang berebda yaitu bahasa yang disebut
bahasa Roh atau bahasa lidah.
1. Bahasa Roh Bersumber dari Allah ketika murid-murid
berbicara dalam bahasa Roh banyak orang Yahudi dari luar Palestina tercengang
mendengar puji-pujian bagi Allah yang dalam bahasa lidah, (Kisah 2:11). Yang
dimaksud dengan bahasa lidah disini adalah bahasa lidah yang
"benar-benar" merupakan karunia Roh Kudus, bukan bahasa lidah yang
dibuat-buat, dipelajari, atau ditiru, karena karunia berbahasa lidah itu
benar-benar dari Allah sendiri.
2. Prinsip Berbahasa Roh Dalam berbasa lidah atau berbahasa
Roh, rasul Paulus dalam suratnya di Korintus memberikan tiga prinsip untuk
mencegah kekacauan yang terjadi di jemaat di Korintus mengenai berbahsa lidah
(1 Korintus 14: 26-40). yaitu:
a) Berbahasa lidah haruslah tertib, yang artinya berjalan
dengan tertib: seorang demi seorang, tidak bersama-sama, bukan seluruh jemaat
ber doa dengan bahasa secara serentak.
b) Didalam satu kebaktian, paling banyak hanya dua tau tiga
orang yang an bahsa Roh tidak boleh lebih.
c) Kalau seorang berbicara dalam bahasa Roh, harus ada
penerjemahnya supaya semua orang mengerti. Jadi dapat disimpulkan ketika ada
kekacauan atau tidak sesuai dengan aturan atau prinsip yang rasul Paulus
katakana maka harus dihentikan karena pada saat itu kebiasaan orang-orang yang
ada di Korintus pada saat itu mereka membawa kebiasaan ibadah mereka sebelum
menerima Yesus, sehingga rsaul Paulus menulis hal ini. Karena “bila roh
memberikan karunia berbahasa Roh kepada seorang, roh yang sama memberikan
karunia untuk menerjemahkannya, supaya semua orang mengerti”. . Secara Alkitabiah
tidak menuliskan bahwa bahasa Roh boleh dipelajari dan diajarkan, tetapi
kembali lagi kepada defenisi bahwa karunia tidak boleh diajarkan dan tidak
boleh dimpelajari, karunia itu benar-benar pemberian Allah secara langsung
kepada masing-masing pribadi orang yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
- Bahsa Roh Menurut I Korintus 12-14
Dalam Kitab 1 Korintus 12-14 ini menyatakan
seluruhnya merupakan satu kesatuan yang isinya khusus membahas mengenai
karunia-karunia roh. Adapun Munculnya surat Paulus kepada jemaat Korintus ini
adalah karena Paulus mendapat kabar bahwa pola kehidupan jemaat di Korintus
telah mengikuti kehidupan dunawi yang meniru gaya kehidupan orang-orang kafir.
Bagian kitab ini berkaitan erat dengan
kitab Kisah Para Rasul yang isinya menceritakan suatu fakta yang terjadi pada
masa peralihan dari Perjanjian Lama masuk kedalam Perjanjian Baru. Karunia roh
yang ada di dalam pasal 14 adalah penjabaran dari pasal 12, sedangkan pasal 13
merupakan pasal yang menunjukkan Kasih sebagai dasar utama dari setiap karunia
roh.
a) Bahasa Roh Menurut Kitab 1 Korintus 12 : Di dalam
bagian kitab 1 Korintus 12 ini, Rasul Paulus memberikan beberapa prinsip yang
harus diketahui mengenai bahasa roh, yaitu :
1. Setiap orang yang memiliki karunia bahasa roh, hidupnya
tidak bertentangan dengan kehendak Allah atau Firman Allah (ayat 3). Tanda
berbahasa roh itu menjadi tidak penting jika orang yang berbahasa roh tidak
menunjukkan kualitas kehidupan rohani.
2. Semua karunia roh dan karya-karyanya adalah bersumber
dari Allah (ayat 4-6). Karunia Bahasa roh dan hasil dari karunia tersebut
adalah merupakan pemberian atau pekerjaan Roh Kudus, bukan karena upaya atau
jasa manusia, jadi tidak boleh digunakan untuk meninggikan diri atau
menjadikannya untuk menujukkan posisi kerohanian seseorang. Juga tidak boleh
memaksakan orang lain untuk memilikinya.
3. Karunia roh diberikan kepada masing-masing orang percaya
secara khusus sesuai dengan kehendakNya. Kehendak Allah atas setiap orang
percaya sebagai anggota tubuh Kristus adalah agar setiap anggota itu
menjalankan tugas dan fungsi masing-masing sebagaimana yang telah ditetapkanNya
menurut panggilan masing-masing.
Dalam ayat 11 ini dikatakan bahwa
“Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang
memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang
dikehendaki-Nya”. Kalimat huruf cetak miring pada ayat tersebut menunjukkan
bahwa Roh Kudus tidak memberikan tiap orang karunia yang sama. Mengenai hal ini
juga ditekankan di dalam ayat sebelumnya (8-10) dimana alkitab mencatat ada 4
kali pengulangan kalimat “kepada yang seorang Roh memberikan karunia
untuk…kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk….. Ini merupakan petunjuk
yang dapat menjelaskan bahwa Roh Kudus memberikan karunia yang berbeda-beda
kepada setiap orang. Kata “menurut yang dikehendakiNya” menunjukkan bahwa dalam
hal pemberian karunia roh, itu adalah merupakan kedaulatan dan kehendak Allah,
sehingga kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk mendapatkannya, karena
Tuhan pasti akan memberikan kepada siapa Dia mau memberikannya.
Dalam ayat 29-30 Paulus mengajukan
pertanyaan “Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka
semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau
untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? Kata
“mereka” yang dikemukakan oleh Paulus disini adalah menunjuk kepada jemaat
sebagai anggota tubuh Kristus, yang terdapat pada ayat sebelumya. Bila
dikaitkan dengan konteks satu tubuh banyak anggota, maka jawaban atas pertanyaan
Paulus itu adalah “Tidak”.
Peter
Wagner mengemukaakan bahwa mengenai
bahasa roh, dikatakan bahwa bahasa roh sebagai kemampuan istimewa yang
diberikan oleh Allah kepada beberapa anggota dalam tubuh Kristus. Ia berkata
bahasa roh itu diberikan kepada beberapa orang saja, tidak kepada semua anggota
tubuh Kristus. Peter Wagner memberikan definisi ini karena meyakini bahwa
karunia roh diberikan sesuai dengan panggilan masing-masing orang percaya.
Karunia roh diberikan kepada kita tergantung dari panggilan yang kita miliki,
bukan sebaliknya, karunia roh diberikan lalu panggilannya menyesuaikan.
Penegasan lain yang menyatakan bahwa kepada orang percaya diberikan
karunia-karunia yang berlainan terdapat dalam kitab Roma 12:6a yang
berkata : “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut
kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita.” Donald Bridge & David
Phypers menjelaskan bahwa berdasarkan kitab 1 Korintus 12:10 dan 30, Paulus
secara jelas menyatakan bahwa berkata-kata dalam bahasa roh adalah karunia yang
diberikan kepada beberapa orang saja dan tidak kepada yang lain-lainnya
4. Karunia roh bertujuan untuk membangun kelompok atau komunitas
jemaat Tuhan/bersama di dalam satu tubuh Kristus (ayat 7, 12-30). Hal ini juga
berlaku untuk karunia bahasa roh, harus berguna bagi jemaat lainnya. Manfred T.
Brauch mengatakan bahwa “Prinsip yang utama dan pokok untuk tindakan Kristen
adalah prinsip kemajuan rohani. Semua kehidupan dan tindakan Kristen seharusnya
diiatur oleh pertanyaan: Apakah ini bermanfaat bagi orang lain? Apakah hal ini
menimbulkan keselamatan dan/atau pertumbuhan iman mereka?”.
Bahasa Roh Menurut Kitab 1 Korintus
13 : Pada pasal ini, rasul Paulus lebih banyak berbicara mengenai
pentingnya kasih. Kesimpulan dari pasal ini adalah Kasih lebih utama dari
segala karunia-karunia roh termasuk didalamnya karunia bahasa roh. Karunia yang
kecil dan besar suatu hari akan lenyap (ayat 8-10) tetapi kasih itu abadi.
Kasih secara murni ditujukan kepada orang lain, karean itu Paulus sangat
menganjurkan jemaat-jemaat di Korintus untuk mengejar kasih lebih dari yang
lain, sebab jika seseorang telah memiliki kasih, maka akan mendorong orang itu
untuk mengejar atau menggunakan karunia-karunia yang dapat membangun orang
lain.
Bahasa Roh Menurut Kitab 1 Korintus 14 :
Di dalam bagian ini, Paulus menyampaikan kepada jemaat di Korintus sebuah
pengajaran tentang penggunaan karunia bahasa roh. Pengajaran ini tentu juga
berlaku buat gereja masa kini. Pengajaran tentang penggunaan bahasa roh menurut
pasal ini adalah sebagai berikut :
I.
Dalam setiap
penggunaan karunia-karunia roh, harus dilandasi oleh kasih (ayat 1) Ayat
pertama dalam pasal 14 ini Paulus mengingatkan pentingnya Kasih sebagaimana
yang dijelaskannya dalam pasal 13 bahwa tanpa adanya kasih maka semua karunia
roh termasuk karunia bahasa roh tentu akan sia-sia.
II.
Berbahasa roh
ditengah-tengah jemaat hanya dianjurkan jika ada yang dapat menafsirkannya. Tanpa
penafsiran, maka karunia bahasa roh hanya digunakan secara pribadi untuk
berkomunikasi dengan Allah, melalui doa, pujian dan ucapan syukur (ayat 2,
13-17, 27-28).
III.
Bahasa roh harus
digunakan secara sopan dan teratur (ayat 33, 40). Disini Paulus mengingatkan
agar penggunaan karunia bahasa roh berjalan dengan tertib, tidak boleh
dilakukan dalam keadaan ekstasi atau lepas kendali (ayat 27-28). Dari uraian di
atas, dapat kita simpulkan bahwa bahasa roh adalah merupakan salah satu bukti
manifestasi Roh Kudus namun itu bukanlah satu-satunya. Manifestasi Roh Kudus
tidak selalu ditandai dengan berbahasa roh, karena bahasa roh itu hanyalah
salah satu dari karunia-karunia Roh Kudus.
BAB III
PEMBAHASAN
- BAHASA ROH
Dalam
Perjanjian Baru, bahasa roh berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “glossa”
yang berarti lidah, organ tubuh yang digunakan untuk berbicara, dan kata kerja
“laleo” yang berarti berbicara, berkata, mengeluarkan suara dari mulut. Kedua
kata Yunani ini diartikan menjadi “glossolalia” yang artinya bahasa lidah.
Jadi, penggunaan istilah “bahasa roh” kurang tepat untuk digunakan secara luas.
Namun demikian dalam penulisan makalah ini, penulis tetap menggunakan istilah
bahasa roh atau bahasa lidah dimana dalam penggunaan istilah ini maksud penulis
adalah untuk menunjuk kepada istilah yang sama dengan pengertian “Glossolalia”.
Sedangkan untuk menjawab pertanyaan “ apakah semua dari kita harus mampu
berbahasa roh ”, ini merupakan pandangan yang kurang tepat. Pandangan yang
menyatakan bahwa semua orang harus berbahasa roh muncul sebagai akibat dari
pandangan yang mengajarkan bahwa bahasa roh merupakan tanda mutlak dibaptis Roh
Kudus. Pandangan atau pengajaran tersebut telah menjadikan karunia bahasa roh
menjadi karunia roh yang menduduki tempat utama dari karunia-karunia roh
lainnya. Di dalam kitab Roma 12, 1 Korintus 12 dan Efesus 4 Rasul Paulus
menyamakan gereja dengan tubuh manusia. Sebagaimana setiap anggota tubuh
jasmani kita telah ditempatkan pada tempat masing-masing dengan fungsi yang
khusus dan berbeda-beda, demikianlah orang-orang percaya di dalam tubuh
Kristus, masing-masing telah ditetapkan dengan pemberian karunia dan sesuai
dengan tugasnya. Menurut Erickson, roh Kudus membagi-bagikan karunia-karunia
roh itu atas inisiatif dan kedaulatanNya sedemikian rupa sehingga setiap orang
orang percaya menerima paling sedikit satu karunia.
- PENGGUNAAN BAHASA ROH
a) Mengunakan Bahasa Roh dengan Benar
Dalam 1 Korintus 14, Paulus
memberikan pengertian yang jelas tentang bagaimana menggunakan karunia bahasa
lidah yang benar. Menurut Gary W. Summers latar belakang mengapa Paulus
menjelaskan hal ini dalam 1 Korintus 12:1-3, karena ada masalah yang terjadi,
dimana beberapa orang Kristen di Korintus mengakui bahwa mereka dipengaruhi
oleh Roh Kudus dan mengatakan “Terkutuklah Yesus.” Kalau memang pernyataan ini
adalah kesimpulan yang masuk akal mereka ucapkan, maka nasehat Paulus untuk memberi
pengertian adalah benar. Tetapi bagaimana mereka dapat mengatakan hal yang
demikian melalui inspirasi Roh Kudus ? Jelas tidak dapat. Apakah mereka
berpura-pura berbicara seperti dipengaruhi oleh Roh? Barangkali Roh Kudus tidak
memberikan mereka wahyu dalam perhimpunan, sehingga dengan sikap mementingkan
diri sendiri, mereka berpura-pura berbicara seperti Roh Kudus sedang memberi
mereka perkataan. Mengapa mereka berpikir bisa melakukan itu? Ayat 2
menyatakan bahwa beberapa orang Korintus sebelum menjadi Kristen telah terbiasa
berbicara dalam keadaan tidak sadarkan diri sebagai bagian dari praktek
penyembahan berhala mereka. Mereka telah “dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu”
(2 Timotius 3:6). Mereka telah dipimpin oleh kata hati mereka sendiri dalam
keadaan tidak sadarkan diri. Ini menunjukkan beberapa orang Korintus
mencoba untuk menghidupkan kembali praktek ucapan-ucapan yang mengherankan
(barangkali kata-kata yang tidak berarti atau tidak masuk akal) seperti saat
mereka melakukan penyembahan kepada berhala mereka dulu. Jadi dalam usaha
mereka untuk menggunakan karunia berbahasa lidah, mereka membiarkan diri
dipimpin oleh kata hati yang bersifat psikologis yang pernah mereka alami
sebagai penyembah-penyembah berhala.
Paulus melalui ilham Roh
memberikan pengertian sekaligus nasehat kepada orang Kristen di Korintus
bagaimana menggunakan karunia berbahasa lidah yang benar.
v Pertama:bahasa lidah dapat dipakai jikalau ada yang
menterjemahkannya (1 Korintus 14:5,9,11,23,27-28). Karunia-karunia
rohani, termasuk bahasa lidah yang diberikan oleh Roh Kudus harus digunakan
dengan cara yang “sopan dan teratur” (1 Korintus 14: 40) untuk
membangun kerohanian setiap anggota jemaat. Tetapi orang-orang Kristen di
Korintus, masing –masing ingin menggunakan bahasa lidah (atau karunia-karunia
rohani yang lainnya) pada waktu yang bersamaan, sehingga situasi peribadatan
menjadi kacau (1 Korintus 14:22,26). Padahal “Allah tidak menghendaki
kekacauan” (1 Korintus 14:40). Situasi seperti ini tidak akan
membangun kerohanian anggota jemaat yang tidak mengerti apa yang disampaikan
oleh seorang yang memiliki karunia berbahasa lidah, sebaliknya mereka akan
mencela (1 Korintus 14:23).
v Kedua:Bahasa lidah dapat dipakai bila semua audiens
mengerti apa yang dikatakan oleh orang yang memiliki karunia berbahasa lidah (1
Korintus 14:23). Tetapi apa yang dipraktekkan oleh aliran Pentakosta dan
Karismatik adalah sebaliknya, dimana menurut Gary W. Summers, “banyak di antara
mereka tidak peduli apakah yang mereka katakan itu berarti atau tidak, pokoknya
mereka yakin bahwa Allah sedang berbicara melalui mereka. Jika tidak
seorang pun mengerti apa yang mereka katakan, itu tidak menjadi soal. Mereka
pikir itu adalah bahasa pribadi mereka sendiri, sekaligus jika hal itu terjadi,
maka mereka percaya sebagai bukti mereka telah dibaptiskan dalam Roh Kudus.
Praktek ini hanya berdasarkan emosi dan bukan berdasarkan Kitab Suci. Ini
adalah hal yang menyedihkan karena mereka tidak mengerti firman Tuhan dengan
benar.
v Ketiga: orang yang memiliki karunia berbahasa lidah harus
berdiam diri jikalau tidak ada yang menterjemahkan apa yang hendak dikatakannya
(1 Korintus 14:28). Situasi perhimpuan untuk menyembah Tuhan harus
dilakukan “dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24; bdg. 1 Korintus
14: 15). Ini berarti aktivitas rohani “harus berlangsung dengan sopan dan
teratur” (1 Korintus 14: 40). Jika seorang memiliki karunia berbahasa
lidah berbicara dan tidak ada yang menterjemahkan, maka akibatnya bukan saja
kekacauan yang terjadi, tetapi juga orang yang mendengarnya tidak akan mengerti
apa arti perkataannya, meskipun itu firman Allah, sehingga si pendengar tidak
dapat “mengaminkan” (menyetujui) ucapan si pembicara (1 Korintus 14:9,16).
Itu “sama halnya dengan alat-alat yang tidak berjiwa, tetapi yang berbunyi,
seperti seruling dan kecapi -- bagaimanakah orang dapat mengetahui lagu apakah
yang dimainkan seruling atau kecapi, kalau keduanya tidak mengeluarkan bunyi
yang berbeda? Atau, jika nafiri tidak mengeluarkan bunyi yang terang, siapakah
yang menyiapkan diri untuk berperang?”, kata Paulus ( 1 Korintus 14:7-8).
v Ke-empat: orang yang memiliki karunia berbahasa lidah
hanya boleh berbicara kepada dirinya sendiri dan kepada Allah jikalau tidak ada
penterjemah (1 Korintus 14:28). Mike Cope menjelaskan, “1 Korintus 14:28 tidak
mengatakan bahwa seorang yang berbicara dalam bahasa roh (lidah) berbicara
dalam bahasa yang tidak dimengerti kepada dirinya sendiri dan kepada Allah
ketika tidak ada penterjemahnya. Kelihatannya, konteks ini berarti bahwa
seorang itu berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan dengan Allah di dalam
bahasa yang dapat dia mengerti.”
v Jika ada praktek bahasa roh yang tidak memenuhi syarat
ini, maka itu sudah pasti palsu!
- Waktu Berlakunnya Bahasa Roh
Ada Beberapa orang, khususnya aliran Karismatik dan
Pentakosta percaya bahwa sampai saat ini karunia bahasa lidah masih terus
diberikan oleh Roh Kudus secara langsung kepada orang yang
dikehendakiNya. Tetapi apakah pendapat ini benar? Sebaiknya kita dengan pikiran
terbuka menyelidiki bagaimana Alkitab berbicara tentang jangka waktu berlakunya
karunia bahasa lidah.
Dalam 1 Korintus 13:8,
Paulus mengatakan bahwa “bahasa roh akan berhenti” Kapan?
1. Karunia bahasa lidah berhenti ketika “yang sempurna
tiba” (1 Korintus 13:10).
Beberapa orang menafsirkan kata ini
ditujukan kepada Yesus, seorang yang sempurna dan yang akan datang.
Pendapat salah inilah yang menuntun mereka
untuk percaya bahwa karunia bahasa lidah masih ada, dan itu akan berhenti
ketika Yesus yang sempurna itu datang. Tentu tidak ada orang yang menyangkal
bahwa Yesus sempurna (Ibrani 5:9). Tetapi konteks ini sama sekali tidak
membicarakan hal itu. Kata “yang sempurna” di ayat ini dalam bahasa
Yunani (bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru) adalah “teleiov” yang
artinya “lengkap”, “sempurna”, “dewasa”. Pengertian
secara luas kata ini adalah “telah mencapai tahap akhir atau
perkembangan penuh.” Ini berarti telah mencapai kesempurnaan dalam Yesus
(Kolose 1:28), telah menjadi dewasa (Efesus 4:13; Ibrani 5:14). Selanjutnya
dalam 1 Korintus 13:11-12, Paulus memberikan ilustrasi (gambaran) tentang
keadaan jemaat saat itu yang belum dewasa secara rohani, sehingga sangat
diperlukan karunia-karunia rohani untuk membantu jemaat bertumbuh dewasa. Jadi
setelah mereka menerima apa yang mereka butuhkan untuk mencapai kedewasaan
maka “yang tidak sempurna (karunia-karunia rohani) itu akan
lenyap” (1 Korintus 14:10). Vine’s Complete Expository Dictionary
memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kata “yang sempurna”
(teleion) yang berarti “lengkap”, ”sempurna”, yang ditujukan pada “penyataan
kehendak dan cara-cara Allah yang sempurna di dalam Kitab Suci yang lengkap.”12
Jadi setelah firman Allah diteguhkan
dengan karunia-karunia rohani (Markus 16:20), yang kemudian terhimpun dalam
bentuk kitab tertulis seperti yang dikehendaki Allah melalui tulisan tangan
orang-orang yang diilhami oleh Roh Kudus (2 Timotius 3: 16; 2 Petrus 1:20, 21),
maka saat itulah berakhir karunia-karunia rohani (baca 1 Korintus 12:8-10),
termasuk karunia bahasa lidah. Firman Allah sanggup memberi pertumbuhan rohani
( 1 Petrus 2:2; 2 Petrus 3:18) yang akan membawa kepada kesempurnaan dalam
Kristus ( 2 Timotius 3: 17 “diperlengkapi” lebih tepat diterjemahkan
“sempurna” –“perfect” dalam King James) melalui proses belajar rutin,
objektif dan dengan pikiran yang terbuka (2 Timotius 2:15; 1 Petrus 4:11; Wahyu
22: 18-19). Dengan adanya firman tertulis maka tidak diperlukan lagi
karunia-karunia rohani (yang hanya bekerja saat gereja masih dalam keadaan
infansi).
2. Karunia bahasa lidah berhenti sejak rasul-rasul Tuhan dan
orang-orang yang mendapatkan tumpangan tangan mati. Seperti yang sudah
kita bicarakan sebelumnya bahwa Alkitab mencatat hanya ada dua peristiwa
dimana orang Kristen abad pertama menerima karunia berbahasa lidah secara
langsung, yakni rasul-rasul pada Hari Raya Pentakosta (Kisah Rasul 2) dan
Kornelius serta seisih rumahnya (Kisah Rasul 10). Sedangkan peristiwa lainnya
dengan penumpangan tangan rasul-rasul, contohnya beberapa murid Yohanes yang
ditobatkan menjadi Kristen oleh Paulus di Efesus (Kisah Rasul 19). Alkitab
menyatakan bahwa hanya para rasul yang dapat menumpangkan tangan ke atas orang
Kristen lainnya untuk mendapatkan karunia berbahasa lidah. Selain dari pada
mereka, Alkitab tidak menyatakannya. Melalui aksi penumpangan tangan rasul-rasul-lah
Roh Kudus memberikan karunia berbahasa lidah kepada orang yang dikehendakiNYa.
Sejak rasul-rasul sudah mati semuanya,
termasuk Rasul Yohanes yang dipercayai terakhir mati, kira-kira tahun 90-an
Masehi, maka sudah pasti tidak ada lagi yang menjadi pelaksana penumpangan
tangan ke atas orang Kristen untuk mendapatkan karunia berbahasa lidah,
demikian juga dengan orang-orang Kristen yang telah menerima karunia itu
semuanya sudah mati. Jadi sangat masuk akal bahwa karunia bahasa lidah sudah
berhenti. Kalau ada, itu palsu.
Dari materi yang penulis baca Billy
Graham menyatakan bahwa dalam pemberian karunia roh kepada orang percaya, Roh
Kudus memilih siapa yang mendapatkan karunia apa. Ia menyalurkan
karunia-karunia itu menurut kesukaanNya. Jadi, kita harus
mempertanggungjawabkan karunia yang telah diberikan kepada
Allah. Kita boleh mengharapkan untuk memperoleh karunia tertentu dari Roh
Kudus tetapi kembali lagi kepada kehendak Roh Kudus. Karunia yang
kita miliki adalah karunia yang diberikan Allah yang dilihatNya cocok untuk
diberikan kepada kita. Kita seharusnya menggali dan mengembangkan karunia yang
diberikan kepada kita untuk kita gunakan demi kemuliaan Kristus.
Karunia roh yang disediakan oleh Allah
bagi orang percaya yang memiliki manfaat tentunya. Pentingnya
karunia-karunia rohani dalam kehidupan terlihat
pada kesaksian, pelayanan jemaat, dan tidak terbatas
hanya bagi diri orang yang memiliki karunia rohani itu sendiri. Hal ini
tentu berlaku pula bagi penggunaan karunia bahasa roh (Glossolalia), jadi
berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa roh itu
berguna untuk diri kita sendiri dan juga bagi orang lain. Namun yang perlu
diperhatikan adalah sesuai penyataan Rasul Paulus bahwa tujuan pernyataan Roh
kepada tiap-tiap orang adalah untuk kepentingan bersama 1 Korintus 12:7 maka
karunia apapun yang kita miliki termasuk karunia berbahasa roh, harus kita
pergunakan sedemikian rupa sehingga orang lain dapat merasakan manfaatnya baik
secara langsung atau tidak langsung.
Lalu untuk menanggapi Paulus dalam
1 Korintus 14:5 bahwa orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang
yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga
menafsirkannya, sehingga jemaat dapat dibangun, tidaklah dimaksudkan bahwa
karunia bahasa roh itu tidak ada artinya. Tetapi disini, Paulus hendak
menyampaikan bahwa orang percaya yang memiliki karunia bahasa roh tetapi tidak
memiliki dampak apa-apa kepada orang lain akan
membuat dirinya tidak berharga bagi Kerajaan Allah. Jadi setiap
orang yang dipanggil menjadi orang yang percaya adalah orang yang dipanggil
bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi saksi Kristus bagi
orang-orang lain. Karena itu karunia bahasa roh pastilah penting, tetapi
menjadi tidak berguna jika tidak punya dampak yang dapat memuliakan Allah,
terutama bagi Tubuh Kristus. Ketika semua anggota tubuh Kristus dapat
menggunakan karunia-karunia rohaninya masing-masing maka hal ini akan membawa
dampak yang luar biasa bagi pertumbuhan gereja Tuhan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memberikan kepada
orang percaya karunia-karunia roh yang berbeda-beda sesuai dengan maksud Allah
di dalam hidup kita. karunia bahasa roh yaitu sebagai kemampuan istimewa
yang diberikan oleh Allah kepada anggota dalam tubuh Kristus, dimana implikasinya
atas pernyataan ini adalah tidak semua orang percaya harus memiliki karunia
yang sama dan itu berarti pula tidak semua kita harus sama-sama berbahasa roh,
karena Roh Kudus memberikannya kepada orang percaya yang menurut Roh Kudus
mereka memang memerlukannya untuk melengkapi tugas dan panggilan mereka di
dalam tubuh Kristus.
DAFTAR PUSTAKA
Erickson, M. J. (2004). Teologi
Kristen. Surabaya: Gandum Mas.
Tong, S. (1996). Baptisan dan
Karunia Roh Kudus. Surabaya: Momentum.
Tong, S. (2007). Dinamika Hidup
dalam Pimpinan Roh Kudus. Surabaya: Momentum.
Tong, S. (2011). Roh Kudus, Doa,
dan Kesebangunan. Surabaya: Momentum.
Guthrie, D. (2006). Teologi
Perjanjian Baru 2 : Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta:
Gunung Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar