BAB I
A. Latar Belakang
kitab kejadian ini termasuk didalam lima kitab Taurat.
Yang dimana kata Ibrani “Torah” dapat berarti hukum, peraturan, pengajaran, dan
wejangan. Orang Yahudi memakainya untuk menyebut kelima kitab pertama dalam
kitab suci mereka, yakni kejadian, keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
Kitab kejadian terdiri dari dua bagian yang tidak sama
panjangnya. Kej 1-11 berisi cerita tentang awal mula dunia dan kisah kehidupan
umat manusia pada awal keberadaannya di muka bumi. Kisahnya diawali dengan
penciptaan alam semesta dan manusia, dosa pertama dan akibat-akibatnya, lalu
berkembangnya dosa dan kejahatan manusia yang semakin menghebat, yang memuncak
pada hukuman Tuhan atas dunia yang telah rusakoleh dosa. Satu keluarga, yakni
keluarga Nuh, yang terbukti tidak berdosa diselamatkan oleh Allahdan
ditempatkan di dunia yang telah dibersihkan oleh air bah.
Kej 1-11
menyangkut kehidupan seluruh umat manusia di bum,i sedangkan Kej 12-50
mengarahkan perhatiannya pada tokoh-tokoh yang akan menjadi bapa-bapa bangsa
Israel. Kisahnya dimulai dengan panggilan Abraham. Ia adalah seorang yang
mendapat janji Allah bahwa ia akan memperoleh keturunan dan keturunannya akan
mendapat Tanah Kanaan (12:1-25:18). Janji Tuhan ini diwariskan kepada Ishak,
anak Esau dan Yakub. Yakub menyingkirkan Esau atau memperoleh berkat dari
ayahnya. Dialah yang mewarisi janji Allah bagi Abraham (Kej 25:19-36:43). Yakub
memiliki dua belas orang anak laki-laki yang kemudian melahirkan kedua belas
suku Israel. Riwayat Yusuf, salah seorang anak Yakub, di ceritakan secara
panjang lebar di seluruh bagian terakhir kitab kejadian (Kej 37-50 (kecuali
38-49). Dialah yang berperan besar dalam kedatangan anak-anak Yakub ke Mesir,
tempat mereka menjadi sebuah bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tema-tema
dari kitab Kejadian?
2. Apa tema yang
paling dominan dari kitab Kejadian?
3. Apa yang
menjadi alasan kelompok mengangkat tema “Pemilihan bapa leluhur”, yang paling
dominan dari kitab Kejadian?
BAB II
TEMA-TEMA KITAB KEJADIAN
A. Penciptaan dan
Pemeliharaan (Kej. 1-2)
Ada dua catatan tentang
penciptaan, diantaranya adalah dalam kejadian 1,
itu berbicara mengenai penciptaan Alam
semesta serta universal, dan dalam kejadian
2, berpusat kepada penciptaan manusia. Penciptaan
manusia ini bersifat Klimaks karena
manusia diciptakan pada hari terahkir, yaitu
pada hari keenam dari seluruh ciptaan.
Dalam kitab kejadian ini, khususnya dalam kejadian
1:26-28, diceritakan bahwa Allah menciptakan langit dan
Bumi beserta segala isinya dijadikan-Nya sungguh teramat
baik, sebab apa yang diciptakan Allah, dimaksudkan
uuntuk kehidupan manusia.
Pada bagian ini juga
diceritakan bahwa manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah( 1:26a) .penciptaan manusia ini
dibedakan atas Laki- laki dan perempuan. ( ayat 27). Maksud
dan tujuan Allah dalam penciptaan ini
adalah agar manusia berkuasa atas ikan- ikan di laut
dan burung- burung di udara dan diatas ternak dan atas segala
binatang melata yang merayap di Bumi. Kata
berkuasa ini adalah sebuah perintah atau mandate
yang Allah berikan kepada manusia.
1. Penciptaan
dalam kredo Israel
Dalam Kejadian 1 Allah sebagai sang pencipta dan
manusia sebagai makhluk yang istimewa. Salah satu pokok keperayaan Israel
adalah kepercayaan akan Allah sebagai pencipta. Keyakinan akan Allah sebagai
pencipta sudah diungkapkan dalam pasal pertama ayat pertama dari kitab
Kejadian.[1] Walaupun demikian, tidak berarti
bahwa sejak semula keyakinan ini menjadi pokok kepercayaan umat Israel.
Bagi umat Israel, peristiwa penciptaan dunia ini
tidaklah semata-mata merupakan suatu pokok pengetahuan yang penting dan
berharga, tetapi lebih-lebih merupakan suatu pokok kebanggaan, penghiburan dan
pengakuan percaya. Umat Israel percaya dan mengaku bahwa Allah telah menciptakan
langit dan bumi. Pokok penciptaan dunia harus dipahami sebagai pelengkap dan
penjelasan dari pokok penciptaan Umat Israel.[2]
2. Konsep penciptaan
Israel dengan enuma elish
Enuma Elish adalah salah satu mitos penciptaan yang
berasal dari Babilonia. [3] George Smith membandingkan enuma elis
dengan Kejadian pasal 1 dan 2 yang rupanya memiliki banyak persamaan.
Berdasarkan penelitian beberapa ahli yang telah membandingkan urutan cerita
tentang penciptaan yang ada dalam enuma elis dan kitab Kejadian, terdapat
sejumlah persamaan yang berhasil ditemukan. Misalnya, keduanya sama-sama
memberikan laporan mengenai penciptaan langit dan bumi sebelum diciptakannya
tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Selain itu, persamaan lainnya adalah
diciptakannya terang sebelum ada sumber-sumber terang. Akan tetapi, tetap saja
ada perbedaan mencolok antara keduanya yakni dalam enuma elis.[4] Dalam kitab Kejadian tema penciptaan
menjadi suatu tema yang begitu penting. Akan tetapi persamaan-persamaan
tersebut tidak dapat membuktikan begitu saja bahwa cerita penciptaan dalam
kitab Kejadian bersumber pada Enuma Elis, begitu juga sebaliknya. Pada dasarnya
tujuan utama pasal ini bersifat teologi, yaitu menunjuk kepada Allah sebagai
Sang Pencipta, yang sudah ada sebelum ciptaan-Nya ada dan yang berdaulat atas
segala aspek ciptaan.
3. Konsep kata
“Bara”
Konsep penciptaan dalam perjanjian lama khususnya
dalam Kejadian pasal 1 memuat ciri khas, yaitu kata kerja “bara”. Akar kata
kerja “bara” muncul di seluruh PL sebanyak 49 kali
dengan subjek selalu Allah.[5] Menurut Brueggemann, kata kerja ini
adalah istilah yang paling agung untuk tindakan Yahweh sebagai pencipta, suatu
kata kerja yang tidak dipakai untuk subjek mana pun kecuali Yahweh, Allah
Israel.[6] Oleh karena itu perjanjian lama
menunjukkan penciptaan alam semesta merupakan perbuatan ilahi, hal ini
menentang teori yang mengatakan bahwa peristiwa terjadinya alam semesta terjadi
dengan sendirinya.
Ciri khas penciptaan Allah ialah bahwa Ia menjadikan
sesuatu yang tadinya tidak ada menjadi ada.[7] Kata “menciptakan” (Ibrani: bara) berarti
mengadakan sesuatu sama sekali yang baru dengan cara yang mengagumkan.[8]
4. Kesimpulan dari
konsep penciptaan
Ada 2 catatan
tentang penciptaan yang saling melengkapi :
- Kejadian 1,
yang berkenaan dengan alam semesta serta universal, dan
- Kejadian 2,
yang jelas berpusat pada manusia
Struktur kanonikal itu sendiri menyarankan bahwa
penciptaan manusia menuju ke suatu klimaks. Dia (yaitu manusia) adalah
kemuliaan yang menyempurnakan proses penciptaan. Ini terlihat jelas dalam
Kejadian 1, karena manusia diciptakan yang terakhir, pada hari keenam dari
seluruh penciptaan.[9]
Kisah penciptaan diletakkan diawal karena menjadi
latar belakang peristiwa segala sesuatu dan memberi pengertian awal untuk
memahami siapa manusia dan kejatuhan dalam dosa.
B. DOSA (Kej 3)
1. Hakikat Manusia
Manusia di ciptakan oleh Allah segambar dan serupa
dengan Allah. Hidup manusia dalam artinya yang unik adalah anugerah ilahi,
dimaksudkan untuk mencerminkan sifat Allah sendiri. Gambar dan rupa adalah
mungkin istilah pararel untuk menyatakan satu gagasan. Tetapi kata gambar lebih
menunjuk kepada keserupaan yang dibentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar
seseorang mengambil bagian dalam penggambaran Allah. Rupa lebih
condong berarti kesamaan ketimbang tiruan, sesuatu yang mirip dalam hal-hal
yang mungkin tidak diketahui melalui panca indera.[10] Pengertian “serupa” dan “segambar”
dapat dikatakan seperti kebiasaan raja yang membuat patung di daerah tertentu
sebagai representasinya. Oleh karena itu dapat dikatakan baha manusia merupakan
wakil penguasa, yaitu Allah.
Keserupaan manusia dengan Allah berarti manusia
memiliki otoritas kekuasaan seperti Allah, namun, perbedaanya ialah kekuasaan
Allah mutlak sedangkan kekuasaan manusia terbatas. Manusia diciptakan segambar
dan serupa dengan Allah untuk berkuasadan memerintah (Kejadian 1:28). Menurut
Dyrness, manusia sebagai rupa dan gambar Allah harus menujukkan tindakan dan
perilaku seperti Allah.[11]
Serupa dan segambar dengan Allah menunjukkan manusia
merupakan makhluk yang baik dan sempurna. Kesempurnaan manusia menujukkan
manusia sebagai makhluk yang lebih tinggi dari ciptaan lainnya. Menurut
C.Barth, kesempurnaan manusia bukan berarti manusia tidak dapat jatuh dalam
dosa melainkan harus memelihara kesempurnaan yang telah Allah berikan.[12] Manusia diciptakan sempurna seperti
Allah agar dapat terjalin dalam persekutuan dengan Allah.
2. Manusia jatuh
ke dalam dosa
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat tidak berdosa.
Kesempurnaan moral manusia merupakan kesempurnaan yang harus dipelihara dalam
ketaatan. Allah melarang manusia untuk memakan buah yang ada di
tengah-tengah taman. Hal ini menunjukkan keterbatasan manusia jika dibandingkan
dengan Allah. Larangan ini bukan membatasi manusia melainkan memelihara manusia
dalam kebebasannya karena dalam kebebasan manusia ditemukan dalam tatanan yang
ditentukan oleh Allah. Jika manusia keluar dari tatanan yang Allah tentukan, di
sinilah manusia kehilangan kebebasannya. Karena itu, kejatuhan manusia dalam
Kejadian 3 menunjukkan tindakan manusia yang ingin bebas dari aturan Allah.
Pohon pengetahuan baik dan jahat merupakan alat untuk
menguji manusia, jika mereka lulus maka mereka masuk ke dalam tingkatan yang
lebih tinggi.[13] “pengetahuan baik dan jahat”
diperoleh manusia ketika manusia melewati ujian tersebut. Setelah manusia jatuh
ke dalam dosa, di saat itulah manusia memahami bahwa mereka telah melakukan
yang jahat. Dikatakan bahwa manusia akan mati jika memakan buah tersebut, hal
ini jangan dipahami dalam pengertian harfiah. Kematian sebagai akibat perbuatan
itu merupakan terputusnya persektutuan dengan Allah. Ketidaktaatan manusia
membuat persekutuan dengan Allah terputus, Hal ini tergambar dari pengusiran
manusia dari Taman itu.[14] Selain itu, manusia tidak lagi
memiliki kekuasaan yang tadinya dikaruniakan Allah kepadanya.
Terputusnya persekutuan antara Allah dan manusia
menjadi awal kisah manusia dalam sejarah keselamatan. Kisah kerusakan
persekutuan dengan Allah digambarkan dalam pasal-pasal berikutnya.
C. Pemilihan Bapa
Leluhur (Kej 12-50)
1. Pemberian Janji
Salah satu unsur yang terkenal dan terpenting dari
cerita bapa leluhur itu ialah pemberian janji. Begitu besar jumlahnya, dan
begitu besar arti nats yang berbicara tentang janji itu, sehingga seyogianyalah
bahwa segi ini mendapat giliran pertama didalam uraian kita, barulah sesudah
itu segi pemilihan, penyataan dan perjanjian. Namun walaupun kita
menempatkannya pada giliran terakhir, maka itu sekali-kali tidak berarti bahwa
kita memandangnya sepi; malahan segi pemberian janji ini boleh jadi muncul
sebagai inti kesaksian Perjanjian Lama mengenai para bapa leluhur Israel!
Allah memilih orangNya, menyatakan diri kepada mereka,
membentuk perjanjian dengan mereka, untuk apakah semuanya ini? Untuk menjawab
pertanyaan yang demikian sudah barang tentu ini merupakan kehendak, maksud dan
rencana Allah mengenai umatNya yang terpilih.
Apa itu
pemberian janji yang Allah maksud?
Kata kerja kunci, yang selalu direnungkan Israel,
adalah “bersumpah” atau seperti terjemahan LAI dalam UL 6:23, “dijanjikan
dengan sumpah”. Kata kerja inilah yang membuat kesaksian tentang Yahwe
sedemikian unik, karena ia berkaitan dengan wacana yang keluar dari mulut
Yahwe, dimana Yahwe mengikrarkan suatu kewajiban bagi diri-Nya sendiri (“Aku
bersumpah demi diri-Ku sendiri...”) demi masa depan Israel.[15]
Memberi suatu janji, menjanjikan sesuatu, berarti
memberitahu bahwa sesuatu akan diberi. Pelaksanaan dan pemberiannya yang
menentukan, barulah berlangsung di masadepan, sedangkan pemberitahuannya, yang
tidak kurang pula menentukan, berlangsung masakini. Umat Israel tidak
menghargai lebih rendah pemberian janji itu
daripada penggenapannya; asalkan bukan
manusia, tetapi Allah sendiri yang berjanji, maka penggenapannyapun sudah mulai
berlangsung pada saat itu juga! Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa titik
beratnya dalam hal berjanji itu terletak di masadepan.[16]
Kepada Abraham Ishak dan Yakub diberi janji yang
mengajaibkan terdapat dalam (Kej 12:1-3,7; 13:14-16; 15:5,7,18; 17:4-8; 22:17;
26:3-4,13-15; 32:13(12); 35:11-12; 50:24; Kel 6:4-7; 32:13). Tanah Kanaan akan menjadi
milik mereka untuk sepanjang masa. Keturunan mereka mereka
akan menjadi banyak, sehingga tidak terbilang lagi jumlahnya, dan menjadi berkat bagi semua
bangsa.
2. Allah Memilih
Tema selanjutnya yang turut menarik perhatian kita
yang mewarnai rangkaian kisah para bapa bangsa itu adalah bagaimana Allah
memilih mereka. Allah memilih Abraham dari kaum keluarganya dan
kemudian memilih Ishak dan Yakub menjadi ahli waris janji-Nya kepada Abraham.
Persoalan yang selalu muncul adalah mengenai alasan Allah dalam memilih mereka.
Mengapa Dia memilih Abraham dan bukan anak-anak Terah yang lain? Mengapa Allah
memilih Yakub, bukan Esau?
Banyak orang beranggapan bahwa pemilihan ini berarti
bahwa Allah mengutamakan seorang atau golongan orang tertentu dan meninggalkan
yang lain. Seolah-olah Ia memanjakan dan memberikan keistimewaan kepada mereka
dan sebaliknya menganaktirikan yang lain. Pemilihan yang dilakukan oleh Allah
tidak berarti demikian. Sekalipun bukan pewaris perjanjian Allah, Ismael
diberkati oleh Allah dan Ia berjanji untuk membuatnya menjadi beranak cucu
sangat banyak, dan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Bahkan, ia akan memperanakkan
12 raja (bdk. Kej 17:20; 25:12-16). Tentang Ismael, Allah rencana tersendiri.
Sekalipun bukan pewaris janji Allah, tidak berarti Esau disingkirkan. Ia pun
mendapat tanah (Seir), mempunyai banyak kekayaan, dan menurunkan banyak bangsa
(Kej 36). Bahwa mereka tidak dipilih itu tidak berarti bahwa mereka lebih buruk
dan kemudian di tolak, dibuang atau bahkan dikutuk.[17]
Jika demikian, mengapa Allah memilih mereka? Allah
tidak perlu mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan-Nya; Ia dapat memilih
dengan bebas menurut kehendak-Nya dan kebijaksanaan-Nya sendiri. Tentu Allah
mempunyai alasan untuk memilih mereka. Alasan itu ada di dalam kehendak dan
rencana-Nya sendiri dan sama sekali tidak didasari pada pribadi yang
dipilih-Nya itu. Kitab suci tidak menunjukkan keistimewaan Abram sebelum
dipanggil oleh Allah atau peristiwa khusus yang menandai hidup Abram yang
menjadi alasan Allah untuk memilihnya.
Allah memilih mereka bukan pertama-tama karena
keistimewaan yang mereka miliki, tetapi lebih karena suatu tanggungjawab yang
dibebankan Allah kepada mereka demi keselamatan seluruh umat manusia. Allah
memilih abraham supaya olehnya “semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”
(Kej 12:3). Pernyataan Allah tentang Abram ini diulang lagi dalam Kej 18:18;
“dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?” hal yang sama
juga diberlakukan Allah terhadap Yakub dan keturunannya : “dan olehmu serta
keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej 28:14). Hal ini
berarti bahwa Allah telah memilih mereka agar segala bangsa di dunia
mempergunakan nama-Nya untuk mengucapkan berkat bagi sesama mereka. Jadi, pemilihan
Abraham (dan keturunannya) dan memberkatinya bukan untuk kepentingan mereka
sendiri tetapi mencakup juga rencana untuk semua manusia. Mereka akan menjadi
jalan Allah untuk menyampaikan berkat bagi segala bangsa di dunia.
3. Allah Mengikat
Perjanjian
Allah telah memilih Abraham, Ishak dan Yakub, dan
telah menyatakan diri kepada mereka, semuanya itu dengan maksud tertentu.
Cerita tentang para bapa leluhur mempunyai suatu kecendrungan dan ketertujuan
yang nyata ke arah itu. Umat Israel pada segala waktu menghargai pemberian
Firman itu sebagai suatu perbuatan Allah, bahkan sebagai perbuatan “inti” yang
merupakan pokok-dasar dari kesaksian kitab Perjanjian lama. Hal ini menjadi
jelas sekali, apabila Firman itu menyatakan berdirinya suatu perjanjian antara Allah
dengan para bapa leluhur.
Pada hakekatnya hanya dua kali saja kita mendengar
tentang suatu perjanjian yang diikat Allah, yakni di dalam Kej 15 dan 17. Kedua
cerita ini adalah berkenaan dengan tokoh Abraham. Kita mendapat kesan, bahwa
peristiwa ini seolah-olah terjadi dua kali semasa hidup Abraham, tetapi
mengingat adanya benang cerita yang kadang berjalan sejajar, maka terlebih
baiklah kita memandang nats tersebut sebagai dua riwayat tentang satu peristiwa. Kej
15 dan 17 keduanya bertolak dari kepastian, bahwa Allah telah membentuk suatu
perjanjian, yakni khususnya dengan Abraham dan keduanya berkeyakinan bahwa
perjanjian itu sekaligus menyangkut segenap keturunan Abraham.
Allah “mengikat”, “membentuk”, “mendirikan”, atau
“menegakkan” suatu perjanjian. Perjanjian yang diikat Allah dengan Abraham
itupun merupakan suatu “lembaga hukum”, walaupun bukannya suatu lembaga yang
mengatur kehidupan antar-manusia. Artinya bahwa Allah sendirilah yang mengikat
perjanjian dengan manusia, sebagai bukti atau tanda bahwa Allah akan memakai
Abraham sebagai jalan keselamatan bagi segala bangsa.
4. Allah
Menyatakan Diri
Pada perikop ini,
konsep Allah menyatakan diri kepada bapa leluhur ditandai dengan
panggilan Allah kepada Abraham. dalam Alkitab, Allah menyatakan diri kepada
Bapa leluhur yang dimulai Abraham, ketika Abraham berada
di Urkasdim(Kej 12:1,7), kemudian kepada Ishak (Kej 26:2) dan Yakub (Kej
28:13). Dalam penyataan diri Allah kepada bapa leluhur ini, Allah tidak tinggal
diam, justru dengan Ia menyatakan diri, membuktikan
bahwa tindakan-Nya itu tertuju kepada manusia dengan maksuddan
tujuan yaitu agar manusia dapat mengenal, siapa Allah itu. Pertanyaan
muncul, dengan cara bagaimanakah Allah menyatakan Diri? Dalam kitab- kitab
Perjanjian Lama, khususnya kitab kejadian, diceritakan bahwa Allah menyatakan
Diri dengan cara berfirman kepada bapa Leluhur. (Kejadian 12:1;7 ; 17:1 ; 18:1
;22:14 ; 26:2,24 ; 35:1,9; 48:3). Dalam perikop ini, sambil menampakkan
diri, Allah memperkenalkan diri-Nya. Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa
Allah menyatakan diri kepada para bapa Leluhur, yaitu : Abraham, Ishak, dan
Yakub (Kejadian 28:13).Mereka adalah pelopor umat Israel. Pernyataan Allah
kepada bapa Leluhur melalui perkenalan Nama-Nya yang berkata: Akulah YHWH.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tema yang paling dominan dalam Kitab Kejadian ialah
tentang Bapak Leluhur. Hal ini berkaitan dengan Kitab Kejadian sebagai
pendahuluan dari kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir dan menjadi suatu
bangsa tetapi bukan berarti pembahasan dalam kitab Kejadian hanya membahas
bapak leluhur saja. Selain mengenai bapak leluhur, terdapat tema penciptaan dan
kejatuhan manusia dalam dosa. Tema-tema ini merupakan kesatuan utuh dimana
kisah penciptaan memberikan penjelasan bahwa Allah Israel ialah Allah yang
Agung, Sang Pencipta alam semesta dan makhluk hidup termasuk manusia.
Penciptaan memberi sumbangsih terhadap pemahaman mengenai hakekat manusia dan
kemudian memberi arti terhadap kisah kejatuhan manusia dalam dosa. Hal ini
berlanjut sampai kisah persekutuan Allah dan bapak leluhur terjalin sehingga
Kejadian 1-11 menjadi latar belakang Allah yang memberi janji dan kemudian
mengikat diri-Nya.
[1] Y.M. Seto Marsunu, Allah Leluhur Kami Tema-Tema
Teologis Taurat, (Yogyakarta, Kanisius, 2008). Hlm 18
[4] David L. Baker, John J. Bimson. 2004. Mari
Mengenal Arkeologi Alkitab. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 66-67
[15] Walter
Brueggemann, Teologi Perjanjian Lama, Kesaksian,Tangkisan,
Pembelaan. (Maumere : Ledalero, 2009). Hlm 252
[17] Y.M. Seto
Marsunu, Allah Leluhur Kami Tema-tema Teologis Taurat. (Yogyakarta :
Kanisius, 2008). Hlm 41
DAFTAR PUSTAKA
Seto
Marsunu. Y.M Allah Leluhur Kami Tema-Tema Teologis Taurat, (Yogyakarta,
Kanisius, 2008).
Barth. C Teologi
Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991).
Wolf. Herbert
Pengetahuan Pentateukh, (Malang: Gandum Mas, 2004).
L. David.
Dkk 2004. Mari Mengenal Arkeologi Alkitab. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004).
Karman. Yonky
Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015).
Brueggemann
Walter. Teologi Perjanjian Lama Vol.1, (Maumere: Ledalero, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar